BERITA

Krisis Oksigen di Yogyakarta, Ternyata Ini Kendalanya

"Selain kendala birokrasi bisnis, hal lain yang masih menjadi kendala adalah alat angkut yang terbatas. Bahan baku ada, namun distribusi sulit."

Ken Fitriani

Krisis Oksigen di Yogyakarta, Ternyata Ini Kendalanya
Asisten Sekda DIY Tri Saktiyana. (Foto: KBR/Ken Fitriani)

KBR, Yogyakarta – Kebutuhan oksigen di 27 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di DIY meningkat tajam.

Bahkan di salah satu rumah sakit rujukan, RSUP Dr Sardjito, kebutuhan oksigen tersebut mencapai lima kali lipat.

Hal itu sejalan dengan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 secara signifikan dalam beberapa pekan terkahir ini.

Asisten Sekretaris Daerah Provinsi DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana mengatakan, banyak pasien Covid-19 yang ditangani di rumah sakit tersebut sehingga kebutuhan oksigen naik hingga lima kali lipat.

"Untuk ketercukupan atau ketersediaan oksigen ini memang mulai hari Jumat, Sabtu, Minggu, Senin ini kebutuhan oksigen meningkat drastis. Sebagai contoh RS Dr Sardjito itu kebutuhan oksigen lima kali lipat dari kebutuhan oksigen masa normal," kata Tri dalam wawancara yang dilakukan secara virtual, Senin (5/7/2021).

Tri Saktiyana mengatakan perlu upaya-upaya ekstra dan upaya darurat untuk distribusi penyaluran oksigen. Sebab selama ini kebutuhan oksigen rumah sakit dipenuhi oleh perusahaan distributor.

Ada dua macam jenis oksigen, yaitu liquid dan tabung. Untuk jenis liquid, biasanya hanya rumah sakit besar yang memiliki karena harus menggunakan tangki besar.

"Liquid oksigen sifatnya menetap. Tangki di rumah sakit itu menetap. Rumah sakit biasanya kerjasama dengan perusahaan A. Dalam situasi normal, perusahaan bisa memenuhi kebutuhan oksigen dari rumah sakit itu. Ketika naik dua kali lipat, masih bisa memenuhi. Nah ketika naik tiga kali lipat mulai ada gangguan," ujarnya.

Birokrasi bisnis

Menurutnya, di tangki oksigen sudah ada nama pemilik suplier oksigen. Di situasi normal, tidak etis apabila merek A kosong kemudian diisi dengan merek B. Hal itu kemudian menjadi penghambat.

Oleh sebab itu, Pemda DIY berkomunikasi dengan para pemimpin perusahaan oksigen. Hasilnya para pimpinan setuju untuk penggantian suplier, namun untuk tingkat operasional lebih lanjut akan dikomunikasikan oleh pimpinan.

“Jadi butuh waktu. Di Sardjito sudah bypass. Tangka milik A karena darurat dimasukkan oksigen milik B. Kemudian PKU juga nantinya akan melakukan seperti itu," kata Tri.

Tri menambahkan di internal perusahaan terkadang masih membutuhkan persuratan yang minimal membutuhkan waktu satu hari. Padahal jika dihitung, dalam satu hari itu ada banyak nyawa yang membutuhkan.

"Barangkali ini hambatan birokrasi bisnis, bukan birokrasi pemerintah," paparnya.

Selain kendala birokrasi bisnis, hal lain yang masih menjadi kendala adalah alat angkut yang terbatas. Tri mengatakan sempat mengusulkan sopir-sopir Organda untuk ditugaskan mengangkut oksigen. Namun ternyata persyaratan yang harus dipenuhi tidak mudah.

"Untuk menjadi sopir alat angkut oksigen punya sertifikasi sendiri. Bahan baku ada, namun distribusi yang sulit," bebernya.

Persoalan lain yang dihadapi Pemprov DIY adalah provinsi ini tidak memiliki pabrik oksigen. Pabrik terdekat hanya ada di Jawa Tengah. Sementara dari koordinasi dengan pimpinan pusat yang dilaksanakan terakhir, produksi oksigen di Jawa Tengah sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan lonjakan oksigen.

Oleh sebab itu, kata Tri, perlu adanya tukar posisi dari usaha oksigen yang bukan untuk medis dialihkan untuk medis. Namun tukar posisi tersebut pun juga perlu waktu.

“Pak Luhut kemarin juga menyampaikan, di luar Jawa mungkin ada sedikit-sedikit oksigen medis yang bisa dikirimkan ke Jawa. Namun itu juga perlu waktu, “ kata Tri yang juga Ketua Satgas Oksigen DIY.

Dalam situasi normal, kebutuhan oksigen wilayah DIY mencapai 20-25 ton per hari. Di saat pandemi ini meningkat hingga tiga kali lipat.

“Perhari perlu 55 ton oksigen. Ini harus kerja sama karena kita tidak punya pabrik," kata Tri.

Editor: Agus Luqman

  • pandemi
  • Covid-19
  • DIY
  • krisis oksigen
  • PPKM Darurat
  • ppkm mikro
  • vaksinasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!