BERITA

Harga Garam Anjlok, Negara Wajib Intervensi Pasar

"UU No. 7 Tahun 2016 sudah menetapkan, pemerintah pusat dan daerah wajib menciptakan kondisi yang menghasilkan harga menguntungkan petambak garam lokal."

Harga Garam Anjlok, Negara Wajib Intervensi Pasar
Pekerja mengangkut garam saat panen di Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (26/6/2019). (Foto: ANTARA/Saiful Bahri)

KBR, Jakarta- Sejak beberapa pekan lalu harga garam lokal di tingkat produsen anjlok. Dari awalnya sekitar Rp1.000-Rp1.500 menjadi Rp300-Rp500 per kilogram. Padahal, biaya produksinya saja sudah menghabiskan sekitar Rp350 per kilogram.

Penghasilan petambak garam otomatis turun drastis. Bahkan, ada juga yang terpaksa menutup tambak dan mencari penghidupan di tempat lain.

"Ya tentunya sangat berimbas sekali ke ekonomi petambak garam, sedangkan biaya pangan yang lain meningkat, kebutuhan meningkat, tapi penghasilan menurun. Kami terpaksa berputar haluan, menjual eceran sampai menyetop tambak," kata Mahodi Aprianto, Ketua Kelompok Usaha Garam Makmur Bangkalan, Senin (22/7/2019).


Baca Juga: Harga Anjlok, Petani Garam Minta Pemerintah Beri Perlindungan


UU Perlindungan Petambak Garam

Jika mengacu ke Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2016, Indonesia harusnya sudah punya strategi khusus untuk mengantisipasi anjloknya harga garam.

UU itu sudah menetapkan bahwa negara wajib melindungi masyarakat nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam. Dalam Pasal 3, bentuk perlindungan yang harus diberikan negara meliputi:

a. Menyediakan prasarana dan sarana untuk mengembangkan usaha;

b. Memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan;

c. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.

Dalam Pasal 25, UU tersebut juga menegaskan perlunya intervensi pemerintah dalam sektor bisnis pergaraman, yakni:

Untuk menjamin kepastian usaha, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban:

a. Menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Ikan atau harga Garam yang menguntungkan bagi Nelayan dan Pembudi Daya Ikan atau Petambak Garam;

b. Melakukan pengendalian kualitas lingkungan perairan, perairan pesisir, dan laut;

c. Melakukan pengendalian kualitas lingkungan pengolahan, dan;

d. Memastikan adanya perjanjian tertulis dalam hubungan Usaha Penangkapan Ikan, Pembudidayaan Ikan, dan Pergaraman.


UU Belum Diimplementasikan

Anjloknya harga garam saat ini menunjukkan bahwa UU Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam belum diimplementasikan sebagaimana mestinya.

Negara belum memberi kepastian usaha berkelanjutan bagi petambak garam. Pemerintah pusat dan daerah juga belum menciptakan "kondisi yang menghasilkan harga menguntungkan" bagi masyarakat produsen lokal.

Karena itu, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Mohammad Hasan kini mendesak pemerintah untuk menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) garam yang menguntungkan petambak, sesuai amanat UU No. 7 Tahun 2016.

"Untuk menjamin kepastian usaha bagi petambak garam kita, maka pemerintah harus turun tangan dan menentukan HPP," kata Hasan kepada KBR, Selasa (16/7/2019).

Editor: Rony Sitanggang

  • garam
  • petani garam
  • petambak garam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!