BERITA

Tentukan Lebaran, NU Akan Gunakan Metode Ru'yah

Tentukan Lebaran, NU Akan Gunakan Metode Ru'yah

KBR, Jombang – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqiel Siradj, mengaku NU hingga hari ini belum bisa menentukan awal bulan Syawal atau Hari raya Idul Fitri. NU beralasan, untuk menentukan awal syawal akan tetap menggunakan metode Ru'yah atau melihat bulan secara langsung diluar penggunaan metode hisab atau hitungan tanggal.

Said Aqiel menambahkan metode tersebut merupakan metode yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Metode Ru'yah juga selalu dipegang teguh NU untuk menentukan awal bulan lain, seperti bulan Sya’ban maupun Ramadhan.

“Kalau NU tidak bisa sampai ruqyah baru bisa mengambil keputusan. Bukan berarti NU nggak bisa hisab dibulan-bulan lain Muharam, Sapar, pakai hisab kalender NU itu, tapi karena ada perintah Rasulullah menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal harus Ru'yah.” Kata Said Aqiel, Selasa (14/7/2015).

Dengan demikian, Kata Said, jika nanti saat Ru'yah tidak bisa melihat hilal atau bulan, maka puasa Ramadhan akan digenapkan menjadi 30 hari, yang artinya hari raya Idul fitri akan jatuh pada 18 Juli 2015.

“Seandainya ada bulan sampai empat derajat tapi nggak kelihatan karena mendung itu harus tetap puasa 30 hari lah, Sa’bannya 30 hari, Ramadhannya 30 hari. Kalau misalkan sudah yakin adanya hilal sudah besar tapi nggak kelihatan karena ada mendung tebal, nggak ada satu orangpun yang melihat itu harus disempurnakan 30 hari.” Tegas Said Aqiel.

Pernyataan itu dilontarkan Said Aqiel, saat bertandan ke Jombang dalam rangka peninjauan kesiapan sejumlah Pesantren yang akal dijadikan arena dan tempat menginap para Muktamirin dalam Muktamar NU, Agustus mendatang. 


Editor: Malika

  • tentukan hilal
  • NU
  • Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
  • Said Aqiel Siradj
  • penentuan ramadhan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!