BERITA
Sanksi Menanti PNS Pemprov NTB yang Menambah Hari Libur
"Libur PNS genap 6 hari karena tanggal 19 Juli adalah hari Minggu."
KBR, Mataram- Gubernur NTB meminta agar para PNS tidak lagi menambah sendiri hari liburnya. Hal itu disampaikan melalui Juru bicara Pemprov NTB, Fathul Gani. Menurutnya, pada Lebaran tahun ini, PNS di NTB menikmati libur selama enam hari kerja. Mulai dari cuti bersama pada tanggal 16 hingga 21 Juli 2015 dan libur secara nasional pada tanggal 17 hingga 18 Juli dalam rangka peringatan hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah. Jumlah hari libur kali ini, kata dia, sudah sangat mencukupi.
Fathul menambahkan, PNS yang menambah hari liburnya atau terlambat masuk kerja akan
dikenakan sanksi sesuai aturan yang sudah ada berupa pemotongan uang
tunjangan. Namun, gubernur juga memberikan keringanan cuti bagi PNS
yang dinilai layak untuk memperoleh izin cuti tersebut, dilihat dari
jarak mudik serta keperluannya.
“Jadi untuk cuti bersama itu tanggal 16,20, 21 Juli, kemudian libur
hari raya Idul Fitri tanggal 17, 18. Kemudian tanggal 19 kan hari
minggu, praktis kalau ditotal keseluruhannya 6 hari. Dengan jumlah libur
yang cukup panjang ini pimpinan menegaskan untuk tidak menambah hari
libur, kalau ada yang nambah nanti ada sanksi tegas yang akan diberikan.
Kecuali bagi mereka yang sudah mengajukan cuti terbatas.” Kata Fathul
Gani Kamis (16/7/2015)
Ia mengatakan, pada prinsipnya seluruh pelayanan kepada masyarakat di lingkup pemprov NTB tidak boleh ada kekosongan. Termasuk di SKPD yang notabene merupakan SKPD pelayanan seperti Rumah Sakit Umum Provinsi. Ia mengatakan, semua pegawai di rumah sakit memiliki hak untuk libur dan cuti bersama. Namun, itu akan disesuaikan dengan aturan yang ada di internal rumah sakit. Sehingga pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.
Editor: Malika
- Libur Lebaran
- Cuti bersama
- Hari Raya Idul Fitri
- Libur PNS
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!