BERITA

AJI Jember Desak Narasumber Tak Beri THR kepada Jurnalis

"Ketua AJI Jember Ika Ningtyas mengatakan pemberian THR tanggung jawab perusahaan media tempat jurnalis berkarya. "

Friska Kalia

AJI Jember Desak Narasumber Tak Beri THR kepada Jurnalis
Ilustrasi uang THR. Foto: Antara

KBR, Bondowoso – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kabupaten Jember, Jawa Timur mendesak narasumber untuk tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) dalam bentuk apapun kepada jurnalis. Ketua AJI Jember Ika Ningtyas mengatakan, pemberian THR kepada jurnalis bisa masuk dalam katagori suap. Kata dia, pemberian THR menjadi tanggung jawab perusahaan media tempat jurnalis bekerja.

“Kami menyerukan kepada wartawan untuk tidak menyalahgunakan profesi dengan cara meminta THR kepada narasumber. Narasumber juga harus menolak permintaan itu dan tidak memberikan THR kepada wartawan, karena bukan kewajiban narasumber tetapi perusahaan media,” kata Ika Ningtyas dalam rilis resmi yang diterima KBR, Senin (13/7/2015)

Ika menambahkan Lebaran biasanya dijadikan momen oleh sejumlah wartawan untuk meminta THR dari sumber berita. Hal itu didukung dengan adanya anggapan bahwa Narasumber wajib memberikan THR setiap lebaran kepada wartawan. Padahal, kata Ika, pemberian THR dari narasumber kepada jurnalis melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 yang menyebutkan, Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan

profesi dan tidak menerima suap.

Editor: Malika

Fenomena ini, diakui Ika Ningtyas merupakan salah satu imbas dari tidak adanya pemberian THR dari perusahaan media kepada wartawan di lapangan, apalagi yang berstatus kontributor. Untuk itu, dalam rilis resminya AJI Jember juga menuntu agar perusahaan media memberikan THR kepada wartawannya. 

  • suap jurnalis
  • THR wartawan
  • wartawan amplop
  • Tunjangan Hari Raya

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!