NUSANTARA

Warga Samarinda Menang!

"Gugatan pertama soal lingkungan hidup di ibukota Kaltim."

Mongabay-Green Radio

Warga Samarinda Menang!
Samarinda, pertambangan, Gerakan Samarinda Menggugat, Mongabay

Rabu, 17 Juli 2014 adalah hari penting bagi Komari dan istrinya, Noerbaeti, juga 17 penggugat lainnya. Mereka tergabung dalam Gerakan Samarinda Menggugat. Di Pengadilan Negeri Samarinda, mereka akan mendengarkan keputusan hakim soal gugatan mereka kepada Walikota Samarinda, Menteri ESDM, Gubernur Kaltim, Menteri LH dan DPRD Kota Samarinda. Mereka menuntut pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan lingkungan hidup yang baik, sehat dan laya ditinggali ditengah gencarnya eksploitasi batu bara di ibukota Kalimantan Timur ini. 


Gugatan yang diajukan pada 25 Juni 2013 ini diajukan lewat mekanisme citizen lawsuit – kali pertama dalam persoalan lingkungan hidup di Samarinda. 


“Tuntutan ini adalah tuntutan tentang kebenaran dan keadilan,” kata akademisi Universitas Mulawarman, Chandra De Boer. 


Sejak awal, Gerakan Samarinda Menggugat yakin  bakal menang. 


“Melihat dari fakta-fakta persidangan, dari 38 bukti tertulis yang kita berikan dan bukti audiovisual lainnya, ditambah 2 saksi korban dan saksi ahli, sejauh ini kita optimis GSM akan memenangkan gugatan ini. Majelis hakim akan mengabulkan petitum yang kita perjuangkan selama ini,” kata Merah Johansyah, koordinator Gerakan Samarinda Menggugat. 


Putusan hakim 


Sidang dimulai pukul 14.15 waktu setempat, dipimpin ketua majelis hakim Sugeng Hiyanto, hakim anggota Hongkum Okto dan Yul Effendi serta panitera penganti Mulyadi. Majelis hakim menolak keseluruhan eksepsi dari pihak tergugat yang menyatakan bahwa gugatan tidak sah, tidak memenuhi hukum formal, penggugat dianggap tidak mempunyai hak gugat, gugatan tidak lengkap dan salah alamat.


Sementara soal citizen lawsuit, menurut hakim itu sudah sesuai dengan peraturan perundangan. 


Hakim juga menyatakan kalau pemanasan global berpengaruh terhadap iklim di seluruh dunia dan dampaknya luas. Perubahan iklim di Samarinda penyebabnya bukan hanya dari Samarinda melainkan juga dari seluruh dunia. Hakim juga melihat tidak berarti jika seluruh tambang di Samarinda ditutup itu tidak terlalu mempengaruhi perubahan iklim karena banyak daerah lain yang menyumbang lebih dominan emisi yang berpengaruh pada perubahan iklim.


Hakim menilai, meskipun Pemerintah kota Samarinda telah mengambil tindakan berupa penutupan tambang maupun somasi kepada beberapa perusahaan sebagaimana diminta dalam notifikasi, namun tindakan itu belum cukup. Dampak perubahan iklim telah menyebabkan perubahan intensitas hujan, curah hujan yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan banjir dan longsor di berbagai tempat, dan berdasarkan keterangan saksi korban bahwa suhu di tempat tinggalnya berubah dan kesulitan mendapatkan air bersih karena adanya aktivitas pertambangan batubara.


Sesuai UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah wajib memastikan lingkungan yang baik dan sehat untuk warga. Karena itu hakim memutuskan para tergugat dinyatakan telah lalai dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terutama dalam menciptakan lingkungan yang baik dan sehat, serta pembangunan yang berwawasan lingkungan.


Sorak sorai 


Begitu sidang ditutup, para penggugat dan simpatisan serta pendukung mereka bersorak sorai. 


“Kemenangan GSM adalah kemenangan warga Samarinda,” kata Merah Johansyah, koordinator Gerakan Samarinda Menggugat. 


Sementara itu penasehat hukum tergugat hanya menyatakan bahwa mereka akan pikir-pikir dan membentuk tim untuk mengaji keputusan.


Tulisan ini hasil kerjasama Green Radio dengan Mongabay.  


  • Samarinda
  • pertambangan
  • Gerakan Samarinda Menggugat
  • Mongabay

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!