NUSANTARA

Gubernur: Rencana Pemekaran Papua Jangan Memecah Masyarakat

""Kesatuan Papua itu perlu dijaga. Dari Sorong-Merauke kita perlu jaga.""

Arjuna Pademme, Astri Yuanasari

Gubernur: Rencana Pemekaran Papua Jangan Memecah Masyarakat
Ilustrasi: Diplomasi Papua

KBR, Jayapura- Gubernur Papua Lukas Enembe tidak ingin rencana pemekaran Provinsi Papua, memecah kesatuan masyarakat di Bumi Cenderawasih.

Pemekaran ini adalah salah satu dari dampak dari revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021. Revisi itu menimbulkan banyak perubahan dalam pelaksanaannya.

Menurut gubernur, perubahan yang paling terlihat adalah dalam hal kewenangan atau kebijakan, dan penganggaran.

Salah satu perubahan kewenangan itu, pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah apabila diperlukan, meski tanpa persetujuan Pemprov Papua, DPR Papua, dan Majelis Rakyat Papua.

"Kita antisipasi. Apa yang akan kita lakukan sebelum (pemekaran) itu terjadi. (Pemekaran) sudah diputuskan oleh pemerintah pusat. Jadi mesti kita ikuti apa yang mereka mau," kata Lukas Enembe, Kamis, (23/6/2022).

Menjaga Papua

Namun, ia tidak ingin rencana pemekaran yang kini dibahas pemerintah dan DPR, menciptakan sekat-sekat di antara masyarakat Papua.

Tidak hanya antarsesama warga asli Papua, juga antarwarga Nusantara dengan orang asli Papua.

"Tinggal apa, bagaimana kita pandangan yang sama untuk membangun tanah Papua. Itu yang penting. Kesatuan Papua itu perlu dijaga. Dari Sorong-Merauke kita perlu jaga," kata Lukas.

Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan sebelum masa jabatannya berakhir pada September 2023, ia ingin memastikan semua warga Papua tetap hidup rukun.

Meski nantinya pemekaran Provinsi Papua terwujud, namun tidak membuat warga di wilayah paling timur Indonesia itu terpecah.

Ia mengaku ingin meninggalkan sesuatu yang berarti, sebelum masa jabatannya selesai dan dapat dilanjutkan oleh generasi mendatang.

Target Pembahasan RUU Pemekaran

Sebelumnya, DPR menargetkan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Tiga Provinsi di Papua selesai pada Kamis, 30 Juni 2022.

Target itu ditetapkan setelah Komisi II DPR menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) tiga rancangan undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) Papua dari Kementerian Dalam Negeri, Selasa, 21 Juni 2022.

Ketiga RUU tersebut adalah RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan; Provinsi Papua Tengah; dan RUU Pembentukan Provinsi Pegunungan Tengah.

Selain itu, disepakati juga pembenjukan Panitia Kerja (Panja) saat rapat kerja dengan Pimpinan Komite I DPD, Filep Wamafma, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

"Kami sudah susun jadwal pembahasan RUU, dan tanggal 30 Juni 2022 ada Rapat Paripurna sehingga diharapkan pembahasan RUU ini bisa selesai sebelum tanggal 30 Juni 2022," kata Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia saat Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR di Ruang Rapat Komisi II, Senayan, Jakarta, Selasa, (21/6/2022).

Klaim Mendagri

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim, pemekaran wilayah bakal berdampak positif bagi Papua. Salah satunya ialah percepatan pembangunan di Papua.

"Kita tahu bahwa Papua memiliki geografi yang luas tiga kali setengah Pulau Jawa, kemudian juga medan yang sulit menjadi tantangan untuk pembangunan, ditambah lagi dengan penyebaran masyarakat," kata Tito dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Selasa, (21/6/2022).

Tito menyebut ada sejumlah hambatan yang dialami saat membangun Papua, di antaranya kendala di masalah birokrasi yang panjang.

"Sehingga dengan adanya pemekaran ini menjadi tiga provinsi, akan memperpendek birokrasi dan akan mempermudah berbagai urusan," kata Tito dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Selasa, (21/6/2022).

Mendagri Tito Karnavian menambahkan, inisiatif pemekaran Papua bukan hanya datang dari pemerintah, tapi juga aspirasi dari masyarakat dalam berbagai kesempatan. Di antaranya aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran saat beberapa kali kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua.

Tito juga mengklaim, banyak delegasi-delegasi yang datang ke kantor Kemendagri untuk meminta pemekaran wilayah Papua.

Dua Warga Tewas Tertembak

Faktanya, rencana pemekaran juga menuai banyak protes penolakan di sejumlah daerah. Bahkan, ada unjuk rasa tolak pemekaran yang berujung ricuh di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, Papua, Selasa, 15 Maret 2022. Dalam aksi demonstrasi itu dua warga tewas tertembak.

Kejadian itu dibenarkan Kapolda Papua, Mathius D Fakhiri. Ia mengatakan warga yang tewas tertembak bernama Yakob Dell dan Erson Waisa.

Yakob Dell luka tembak di bawah ketiak kanan, dan Erson Wipsa mengalami luka tembak di punggung kiri.

"Terjadi bentrok massa dan pembakaran pembakaran meluas di beberapa titik, dan ada korban baik dari petugas kepolisian sendiri dan termasuk ada dua masyarakat yang terkena tindakan (tembakan) kepolisian yang mengakibatkan meninggal dunia," kata Mathius D Fakhiri, Selasa, (15/3/2022).

Unjuk rasa tersebut, merupakan salah satu dari sejumlah aksi demo serentak ribuan masyarakat Papua di berbagai kota di Indonesia. Tujuannya, menyuarakan penolakan mereka terhadap wacana Daerah Otonomi Baru (DOB) alias pemekaran wilayah di Bumi Cenderawasih.

Jika nantinya disetujui menjadi undang-undang, maka Provinsi Papua Selatan akan meliputi Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat. Sedangkan Provinsi Papua Tengah terdiri dari Kabupaten Nabire, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deian.

Kemudian, Provinsi Papua Pegunungan Tengah merupakan kesatuan dari Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, Lani Jaya, dan Nduga.

Baca juga

Editor: Sindu

  • Pemekaran Papua
  • Rencana Pemekaran Papua
  • Papua
  • DOB Papua
  • DPR
  • Kemendagri
  • UU Otsus Papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!