KBR, Banyuwangi- Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Banyuwangi, Jawa Timur, mendata ada sekitar 20 ribu hektare sawah di daerahnya yang terancam gagal panen.
Area persawahan itu tersebar di enam kecamatan yakni Tegaldelimo, Purwoharjo, Cluring, Muncar, Bangorejo dan Pesanggaran.
Para petani di 6 kecamatan tersebut biasanya mengandalkan suplai air dari Sungai Kalibaru dan Sungai Setail. Namun, kini debit air sungai sudah mulai menyusut.
“Memang daerah di wilayah selatan sungai Kali Stail ini sangat tergantung sekali dengan aliran sungai Kali Stail dan Kalibaru itu. Kalau itu satu atau dua bulan tidak ada hujan, maka ini kemungkinan air tersuplai ke daerah itu sangat kecil sekali," kata Ketua HKTI Banyuwangi, Muhammad Safuan kepada KBR, Jumat (28/6/2019).
Untuk merespon kondisi ini, para petani mulai memberlakukan sistem pengairan bergilir. "Di beberapa tempat sudah mulai gelibakan (bergilir). Jadi sistem gelibakan mengatur mana yang lebih membutuhkan dulu gantian per blok,” jelas Safuan.
Menurut Safuan, jika debit air terus menyusut, para petani terpaksa harus mengunakan sumur bor untuk mengairi sawahnya. Namun, mereka butuh biaya tambahan untuk membuat sumur bor.
Untuk menekan kerugian akibat kemarau, HKTI Banyuwangi mengimbau para petani di daerahnya untuk beralih cocok tanam dari padi ke palawija.