HEADLINE

Warga Ahmadiyah di Lombok Timur Dipaksa Keluar dari Keyakinannya

"Aparat desa bahkan mengancam akan mengusir Jemaah Ahmadiyah jika tak meneken surat pernyataan keluar dari keyakinan."

Nurika Manan

Warga Ahmadiyah di Lombok Timur Dipaksa Keluar dari Keyakinannya
Surat pernyataan dari aparat desa yang meminta agar warga Ahmadiyah keluar dari keyakinannya. (Doc: Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI)

KBR, Jakarta - Delapan Warga Ahmadiyah di Desa Dasan Bagik Dalem, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur dipaksa menandatangani surat pernyataan keluar dari keyakinannya. Pengurus Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) Saleh Ahmadi mengatakan, surat pernyataan itu disusun oleh kepala desa setempat.

"Kepala desa bersama kepala dusun lainnya itu membuat draf surat pernyataan yang harus ditandatangani dengan materai, bahwa kalau mereka ingin kembali ke kampungnya harus menandatangani surat pernyataan keluar dari (keyakinan) Ahmdaiyah," kata Saleh Ahmadi saat dihubungi KBR, Sabtu (18/6/2016).

Bahkan, lanjut Saleh, jemaah ahmadiyah di desa itu diancam bakal diusir jika tak meneken surat pernyataan tersebut. Untuk itu, ia meminta kepolisian setempat melindungi warga Ahmadiyah, sama halnya saat polisi melindungi warga lain.

"Sekarang sedang ada proses pemaksaan terus, kalau mau pulang harus tanda tangan. Tapi warga kami tidak mau melakukan itu, dan kami juga minta bantuan polisi. Kami mempercayakan kepada aparat supaya bisa bersikap dan melindungi warga kami. Kami berharap warga kami bisa beraktivitas normal sebagaimana warga NKRI lainnya," imbuh Saleh.

Pemaksaan ini berawal dari penangkapan delapan warga ahmadiyah usai melaksanakan salat tarawih. Aparat desa menuding warga ahmadiyah menyebarluaskankan ajaran. Setelah tudingan itu, delapan warga digiring ke kantor kecamatan untuk dimintai keterangan.

"Kepala dusun di sana dan staf hariannya datang ke rumah warga Ahmadiyah dan mengatakan, ada orang luar ya datang ke sini? Menurut mereka (aparat desa--Red) itu tamunya Ahmadiyah. Lalu warga Ahmadiyah menegaskan tidak ada, tapi aparat desa bersikeras ada. Lihat saja di dalam, kata warga kami. Lalu mereka telepon kepala desa, kemudian kepala desa datang dengan Ormas," tutur Saleh.

"Lalu kan ditanya lagi. Warga kami menjawab, cuma melaksanakan ibadah wajib, puasa. Dan tarawih di rumah. Lalu dibilang, tidak enak bicara di sini, kemudian dibawa ke kantor camat," lanjut Saleh.


4 Hari Menginap di Kantor Polisi

Tak cukup itu, Warga Ahmadiyah kemudian dibawa ke kantor Polsek setempat untuk diinterograsi. Saleh pun turut mempertanyakan ketidakjelasan alasan penangkapan anggotanya itu.

"Yang melaksanakan ibadah taraweh itu empat orang saja, yang empat lainnya kenapa ikut dibawa juga saya juga tidak mengerti. Kemudian diarahkan ke Polsek, tidak lama di Polsek diinterogasi lalu dibawa ke Polres. Malam itu juga tanpa bawa perlengkapan, pakaian seadanya. Padahal hanya tarawih," ungkapnya.

Ia pun mengaku bingung, sebab menurut penuturan Saleh, Selasa (14/6/2016) malam itu Jemaah Ahmadiyah hanya melaksanakan ibadah salat di rumah masing-masing. Setelah penangkapan tersebut, warga mengaku kaget lantaran sudah disodorkan surat pernyataan yang mengatasnamakan warga di lima dusun di Desa Bagik Manis. Isi pernyataan itu, salah satunya meminta jemaah Ahmadiyah keluar dari keyakinan yang dianut.

"Sekarang mereka sedang dalam proses dimintai tanda tangan, masih dikumpulkan di satu masjid. Di dalam masjid itu mereka berunding setelah dari Kantor Polres. Kami menyerahkan ke kepolisian, belum berhasil menghubungi warga kami lagi. Karena perjalanan pun memakan waktu satu jam lebih," pungkas Saleh yang juga merupakan pengurus Ahmadiyah di Lombok.

Berdasarkan rilis yang diterima KBR, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menjelaskan, delapan anggotanya sempat menginap di kantor Polsek Sambelia dan selanjutnya dipindahkan ke kantor Polres Lombok Timur selama empat hari dengan alasan pengamanan dari ancaman amuk massa.

Terkait kejadian ini, Juru Bicara JAI Yendra Budiana, meminta Kapolri Badrodin Haiti dan jajarannya memastikan jaminan keamanan bagi seluruh anggota Ahmadiyah dari ancaman kelompok intoleran. Khususnya, Jemaah Ahmadiyah di Desa Bagik Manis, Lombok Timur.

"Meminta Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memastikan seluruh kepala daerah dari gubernur sampai tingkat kecamatan, khususnya Camat Sambelia bersikap mengayomi seluruh warganya, adil di atas semua golongan," tulis Yendra Budiana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/6/2016). 


Surat Pernyataan Untuk Warga Ahmadiyah

Surat pernyataan keluar dari keyakinan Ahmadiyah itu memuat lima tuntutan yang diklaim berdasarkan permintaan warga di lima dusun, di Desa Bagik Manis, Kecamatan Sambelia. Dalam surat ini, ditulis, warga Ahmadiyah yang menandatangani pernyataan ini bersedia keluar dari ajaran Ahmadiyah tanpa unsur paksaan dari siapapun dan, dilakukan di hadapan sejumlah saksi. Berikut enam poin yang tercantum dalam surat pernyataan yang diterima KBR.

1. Kami tidak akan mengajak/ menyebarkan kembali kepada orang lain ikut paham Ahmadiyah, apabila ditemukan kami bersedia diserahkan kepada pihak yang berwajib dan ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Kami Jemaat Ahmadiyah berhenti melakukan kegiatan dalam bentuk apapun yang meresahkan masyarakat Desa Bagik Manis.

3. Apabila kami masih ditemukan melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di Desa Bagik Manis tentang kegiatan masalah Ahmadiyah maka kami bersedia meninggalkan Desa Bagik Manis.

4. bagi Anggota Ahmadiyah yang keluar tanpa unsur paksaan agar membuat surat pernyataan tanda tangan di atas materai agar masyarakat Desa Bagik Manis mengetahuinya.

5. Bersedia mengumpulkan semua bentuk kitab yang telah dipahami dan diserahkan kepada pihak yang berwenang.

6. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa unsur paksaan dari siapapun juga.

Surat pernyataan itu mencantumkan sejumlah aparat desa di antaranya, Kepala Desa Bagik Manis Abdurrahman, Pelaksana Harian Kepala Dusun Bagik Dalam sebagai saksi, Salsiah, Pelaksana tugas Kepala Dusun Bagik Lauk Kaharudin sebagai saksi, Pelaksana tugas Kepala Dusun Bagik Tengak Muqdar sebagai saksi, Pelaksana tugas Kepala Dusun Bagik Luar Risamdi sebagai saksi dan Kepala Dusun Bagik Daya Suhaidi sebagai saksi.

  • Toleransi
  • intoleransi
  • ahmadiyah
  • Ahmadiyah Lombok Timur
  • Ahmadiyah Lombok
  • Saleh Ahmadi
  • jemaah ahmadiyah

Komentar (3)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • muslih ahmas8 years ago

    Apa salah mereka dengan keyakinan mereka terhadap ahmadiyah padahal negara tdk melarangnya, masih ada saja raja-raja kecil di daerah yg sewenang-wenang, penegak hukum kemana...?

  • Imtiaz Ahmad Mohd Zohdi8 years ago

    Perkara yg paling lucu, baru rupa2 Allah SWT sudah ada wakil nya yg di lantik dengan otoritas serta diberi gaji bulanan untuk menangani ke Islaman seseorang. Wah.... klo gitu saya juga mau ke kantor Allah SWT memohon, mana tau ada lowongan kerja bujan menangani ke Islaman orang didunia tapi menjaga syurga, asyikkk.

  • Jay8 years ago

    Sangat disayangkan hal ini terulang kembali, padahal hasil mediasi diFKPD tidak ada klausul pemaksaan warga ahmdiyah harus keluar dr ahmadiyah dg membuat surat pernyataan. Dan hanya diimbau menjaga kondusifitas bersama. Namun ketika balik kekampung mrk dipaksa oleh aparat desa untuk keluAr dari ahmadiyah..