Bagikan:

Penganut Kejawen Lakukan Ritual 'Punggahan' Jelang Puasa

Ritual yang dilakukan anak keturunan Panembahan Bonokeling merupakan bentuk sinkretisme agama Islam, Hindu, Budha dan agama lokal (kejawen).

BERITA | NUSANTARA

Jumat, 03 Jun 2016 15:08 WIB

Penganut Kejawen Lakukan Ritual 'Punggahan' Jelang Puasa

Penganut Kejawen dan kepercayaan anak putu Bonokeling menunggu giliran melakukan ritual Bekten di Komplek Pemakaman Bonokeling, Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Muhamad Ridlo/KBR).

KBR, Banyumas – Ribuan warga penganut Kejawen dan kepercayaan lain memadati kawasan Panembahan Bonokeling, Pakuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas Jawa Tengah.

Mereka mengikuti ritual Punggahan yang pada hari Jumat ini (3/6/2016) mencapai puncaknya, menjelang puasa.

Ritual hari ini adalah Bekten atau ziarah dan berdoa di komplek makam Panembahan Bonokeling. Sebelumnya pada Kamis malam hingga Jumat dinihari digelar ritual muji atau berdoa.

Bekten merupakan ritual ziarah besar oleh ribuan anak putu (keturunan) Panembahan Bonokeling dan pengikutnya.

Peneliti Balai Pelestari Budaya Yogyakarta, Sukari mengatakan rangkaian ritual yang dilakukan anak keturunan Panembahan Bonokeling merupakan bentuk sinkretisme (perpaduan) agama Islam, Hindu, Budha dan agama lokal (kejawen).

Menurut Sukari, ini merupakan bentuk negosisasi kebudayaan pada masa itu. Masyarakat masa lalu di Jawa berhasil menegosiasikan agar kepercayaan baru tidak menimbulkan benturan budaya dan konflik kepercayaan.

"Tapi kenyataannya di komunitas itu tidak semuanya seperti itu. Maksud saya, tidak semuanya terpengaruh oleh agama. Misalnya, dalam cara berdoa dan ritual tertentu. Ada yang dengan dua cara budaya, ada yang dengan cara Islam. Kalau animisme dan dinamisme itu kan jelas. Kalau ini jelas, meski kadang tidak tepat atau katakanlah, benar, tapi Islamnya jelas tampak sekali. Misalnya, kata ‘Bismillah’ menjadi ‘Semilah’," kata Sukari.

Peneliti Balai Pelestari Budaya Yogyakarta, Sukari mengungkap pembagian kerja dalam ritual punggahan juga masih dipertahankan sejak ratusan tahun. Tanggung jawab kerja dibagi menurut asal daerah dan garis keturunan. Ada yang mempersiapkan tempat penginapan, memasak, menyembelih hewan, membersihkan dan mengecat seluruh kompleks makam.

Kelompok Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati asal Desa Kalikudi Cilacap, misalnya, bertugas mempersiapkan tempat masak dan membersihkan tempat pengolahan makanan. Setelah itu, peziarah akan beristirahat di lokasi yang sudah menjadi hak turun temurun dan pemondokan yang dipersiapkan tuan rumah.

Para peziarah akan kembali ke daerah asalnya masing-masing pada Sabtu pagi.

Editor: Agus Luqman 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

BERITA LAINNYA - NUSANTARA

Kabar Baru Jam 7

Badai PHK dan Tingginya Pengangguran

Kabar Baru Jam 8

Kabar Baru Jam 10

Desakan Bikin Layanan Konsultasi Psikologi di Kampus

Most Popular / Trending