KBR, Jakarta - Urusan kebersihan terkait menstruasi, tercatat masih punya banyak masalah serius. Untuk itu, Jejaring Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan (JAMPL) menyerukan kepada para remaja, untuk peduli dengan kebersihan pada saat tengah menstruasi.
Penasehat Bidang Air dan Sanitasi Yayasan Plan Internasional, Silvia
Devina mengatakan, kebersihan menstruasi penting karena berkaitan dengan
kesehatan reproduksi perempuan.
Silvia menuturkan, kesadaran Manajemen
Kebersihan Menstruasi (MKM) seperti mengganti pembalut, mencuci tangan
menggunakan sabun, dan tata cara membuang pembalut bekas pakai, masih harus
terus digalakkan.
Berkaitan dengan MKM, berdasarkan data Yayasan Plan Internasional tahun 2018, fasilitas sanitasi sekolah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) harus diperbaiki kualitasnya.
"Dan
kami temukan 33 persen sekolah tidak memiliki WC terpisah untuk anak
laki-laki dan perempuan, kemudian 39 persen siswi pernah diejek saat
menstruasi, serta 63 persen orang tua tidak pernah mengajarkan tentang
menstruasi. Maka apa yang terjadi? Anak-anak saat menstruasi bingung,"
kata Silvia Devina di Argo Plaza, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Dilanjutkan Silvia, praktik buruk MKM disebabkan oleh pengetahuan siswa yang terbatas, termasuk fasilitas sanitasi yang terbatas, dan norma budaya yang tidak mendukung.
Karena itulah Silvia mendorong Pemerintah dan swasta, untuk meningkatkan pemahaman mengenai menstruasi dan MKM. Misalnya, dengan menjadikan menstruasi dan MKM, menjadi bagian dari kurikulum pelajaran di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Bertepatan
dengan Hari Kebersihan Menstruasi (Menstrual Hygine Day) yang diperingati setiap 28 Mei,
JAMPL bekerja sama dengan enam lembaga swadaya masyarakat (LSM),
melakukan kampanye Aksi Remaja Untuk Peduli Menstruasi. Kampanye bertujuan memberi penjelasan berbagai hal berkaitan dengan menstruasi
pada remaja perempuan, dan laki-laki.
Silvia berharap dengan adanya kampanye ini, maka membicarakan menstruasi bukan menjadi hal yang tabu.
Editor: Fadli Gaper