BERITA
6 Anak Jadi PSK di Saritem, Kak Seto: Jangan Dipulangkan Dulu ke Keluarga
"Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta Kepolisian Kota Bandung, tak langsung memulangkan enam anak yang dijadikan PSK oleh mucikari ke keluarganya."
Sindu Dharmawan
KBR, Jakarta- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta
Kepolisian Kota Bandung, tak langsung memulangkan enam anak yang
dijadikan PSK oleh mucikari ke keluarganya. Enam anak tersebut
sebelumnya ditemukan saat penggerebekan lokalisasi Saritem di Bandung,
Jawa Barat, Rabu lalu. Ketua Dewan Konsultatif Komnas PA, Seto Mulyadi
beralasan, keenam anak tersebut perlu direhabilitasi dulu, baik secara
fisik maupun psikis, untuk memulihkan kembali kepercayaan diri mereka.
"Saya kira tetap harus ada rehabilitasi, ya. Karena bagaimana juga dampaknya sangat mengguncang juga. Sementara dalam kasus yang demikian itu, media juga agak mengawasi dari jauh, kemudian diberi kepercayaan sepenuhnya kepada pemerintah setempat, lalu diupayakan agar bekerja sama dengan pihak keluarga, tetap ada upaya-upaya rehabilitasi. Dengan melibatkan psikolog, karena dengan demikian bisa mendapatkan rasa percaya diri kembali." ujarnya kepada KBR, Jumat (22/5).
Sebelumnya Kepolisian Kota Bandung menggrebek
lokasi prostitusi di Saritem, Bandung. Tempat ini sebenarnya sudah
ditutup sejak 2007 silam. Namun setelah dicek ulang, masih ada sekitar
400 rumah yang digunakan sebagai tempat prosotitusi.
Dalam penggerebekan
tersebut polisi juga menemukan enam anak berusia 16-17 tahun yang
dijadikan PSK. Polisi telah menetapkan 28 mucikari sebagai tersangka
dalam kasus ini. Sementara enam anak yang dijadikan PSK tersebut akan
dipulangkan kembali ke keluarganya. Keenam anak itu sebagian besar dari
Sukabumi, dan Indramayu.
Editor: Dimas Rizky
- prostitusi anak
- prostitusi saritem
- psk anak tak boleh dipulangkan
- Kak Seto
- Komnas PA
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!