NUSANTARA

Kuasa Hukum Korban: Pemerintah Harus Tanggung Hidup Korban Gagal Ginjal Akut Anak

"Komnas HAM merekomendasikan pemerintah menjamin penanganan dan pemulihan korban gagal ginjal akut pada anak"

gagal ginjal akut

KBR, Jakarta- Kuasa Hukum keluarga korban gagal ginjal akut, Tegar Putuhena   menuntut pemerintah segera memenuhi hak korban Gagal Ginjal Akut pada Anak (GGAPA). Kata dia, perlu ada penegasan bagaimana negara memberikan pengertiannya pada korban meninggal melalui kompensasi atau bentuk lainnya. 

Tegar menegaskan, tidak hanya hak atas perawatan kesehatan, namun juga untuk mendukung seluruh kehidupannya korban di masa depan.

"Yang sekarang ada yang lumpuh, ada yang sarafnya terganggu, ada yang otaknya juga ikut terserang. Apa yang harus dilakukan pemerintah adalah, bukan cuma pengobatan, hidup mereka itu, seumur hidup mereka harus ditanggung oleh negara. Dan ini kita belum pernah dengar sama sekali pernyataan yang seperti ini dari pemerintah. Jangankan soal menanggung kehidupan mereka seumur mereka hidup. Sekadar santunan saja yang pada tahun lalu kalau saya tidak salah itu, itu sudah ada kesepakatan antara Menteri Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI. Bahwa Kementerian Kesehatan akan memberikan santunan. Itu sampai hari ini, sudah berganti tahun, santunan itupun tidak pernah dilakukan, tidak pernah ada," kata Tegar saat dihubungi KBR, Minggu (12/03/23).

Kuasa Hukum keluarga korban gagal ginjal akut, Tegar Putuhena menyesalkan jangankan santunan, pemerintah sampai saat ini pun belum secara resmi meminta maaf langsung kepada keluarga korban gagal ginjal akut pada anak. Padahal apa yang dialami para korban bukanlah kesalahan orangtua, melainkan pada peredaran dan pengawasan obat yang dihendaki oleh pemerintah.

"Kalau biaya pengobatan sudah ditanggung BPJS. Tapi anak ini kan jadi kehilangan masa depannya itu kan harus ada yang bertanggung jawab. Dan itu bukan salah orangtua mereka," tegasnya.

Tegar   mengharapkan rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM, direspon dan dilakukan oleh serius oleh pemerintah.

"Pertama tentu harus ada evaluasi. Kemudian dari sisi regulasi pun yang kita minta selama ini adalah menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Dan tidak pernah itu direspon positif oleh pemerintah, alasannya karena regulasi tidak memungkinkan. Undang-Undang soal wabah itu tidak mengkategorikan peristiwa keracunan EG dan DEG itu sebagai sesuatu yang bisa dijadikan KLB. Salah satu rekomendasi Komnas HAM adalah regulasi itu segera direvisi," ucapnya.

Ia mengatakan terkait regulasi, seharusnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpu) agar fenomena GGAPA bisa dikategorikan sebagai KLB. Dengan begitu seharusnya ada upaya pemenuhan hak korban yang lebih signifikan.

Dalam proses penegakan hukum yang diupayakan, ia berharap Komnas HAM turut mengawal proses hukum pidana GGAPA yang sedang berjalan di Bareskrim, dan proses penegakan hukum perdata gugatan kelompok di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Yang pidana ini perlu dikawal betul-betul dan kami mendesak supaya Bareskrim membuka proses yang ada itu secara transparan kepada publik, dilimpahkan dari P21 sampai pengadilan supaya terang benderang, siapa yang bersalah harus dihukum dan menerima. Yang kedua proses perdata di PN Jakpus, yang mana tanggal 20 itu ada putusan sela oleh majelis hakim, terkait apakah gugatan yang kami layangkan itu masuk dalam kategori," pungkas kuasa hukum gugatan kelompok kasus ginjal akut pada anak.

Baca juga: 

Sebelumnya pada Sabtu (11/3) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengeluarkan laporan pemantauan dan penyelidikan pelanggaran HAM dalam kasus gangguan ginjal akut, progresif, atipikal pada anak di Indonesia. Komnas HAM menemukan delapan pelanggaran dalam kasus gangguan ginjal akut pada anak. 

Komnas HAM merekomendasikan pemerintah untuk menjamin penanganan dan pemulihan korban secara komprehensif. Selain itu juga merekomendasikan penegakan hukum secara adil, obyektif, transparan, dan cepat. Dalam kasus ini sebanyak 326 anak menjadi korban, 204 diantaranya meninggal.

Editor: Rony Sitanggang

  • obat sirop
  • gagal ginjal akut anak
  • Komnas HAM
  • gagal ginjal akut
  • gugatan kelompok
  • class action

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!