NUSANTARA

Tangkal Radikalisme dari Sekolah, Pemprov Jatim Minta Siswa Tak Merundung

"Pencegahan ekstrimisme dan radikalisme itu membutuhkan peran semua elemen di masyarakat. Selain guru, orang tua harus mengawasi secara aktif"

Budi Prasetiyo

Tangkal Radikalisme dari Sekolah, Pemprov Jatim Minta Siswa Tak Merundung
Ilustrasi

KBR, Surabaya- Pemerintah Jawa Timur, mulai fokus mencegah tindakan kekerasan, ekstrimisme dan perilaku SARA di sekolah yang berpotensi memunculkan aksi terorisme sejak dini. Hal itu dikatakan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistanto Dardak.

Menurut Emil, beberapa perilaku negatif seperti mem-bully (merundung) dan mempraktikan aksi kekerasan di sekolah antar teman, berpotensi menimbulkan perselisihan yang berujung pada munculnya sikap intoleransi.

"Nah ini yang kita lihat justru adalah hal-hal yang berkaitan dengan sikap yang membangun prilaku violence, mem-bully, prilaku-prilaku berantem itu juga berpotensi," katanya.

Untuk itu, Emil meminta pemangku kebijakan di sekolah seperti guru dapat berperan aktif melakukan pembinaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mencegah potensi tersebut. Dengan pemantauan dan pengarahan yang tepat, ia berharap guru dapat mendeteksi bibit-bibit ekstrimisme pada anak dan mampu mencegahnya.

"Yang jadi tolak ukur adalah bagaimana sekolah punya mekanisme, untuk merespon terhadap insiden-insiden tindakan yang mungkin yang kaitannya bukan ekstremisme dalam kontek potensi terorisme dan lain sebagainya. Tapi catatan-catatan itu harus punya. Guru BK pasti punya lah catatan-catatan konseling," tegasnya.

Menurut dia, pencegahan ekstrimisme dan radikalisme itu membutuhkan peran semua elemen di masyarakat. Selain guru, orang tua harus mengawasi secara aktif, agar perilaku seperti itu juga dapat dicegah dari rumah.

Sebelumnya, Mitra Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Iqbal Khusaini juga mengungkapkan, bahwa anak-anak di bawah umur lebih mudah untuk direkrut dan lebih lincah dalam melakukan perintah.

Apalagi menurutnya, generasi Z yang lebih akrab dengan teknologi seperti gadget dapat dengan mudah tertarik pada konten-konten radikal yang asyik untuk dicoba.

"Khusunya untuk anak 12 sampai 15 tahun, itu tidak mudah terdeteksi oleh orang tua dan aparat penegak hukum. Ini memberi celah bagi mereka untuk leluasa merekrut dan mengembangkan kemampuan anak untuk melancarkan aksinya." Ujar Iqbal.

Iqbal mengatakan, upaya pencegahan radikalisme pada anak harus dilakukan dari berbagai sudut, semisal. Di sekolah guru harus berperan melihat cara berpikir anak, di rumah orang tua wajib mengetahui tumbuh kembang anak, dan di lingkungan masyarakat, para tetangga atau orang sekitar harus peduli dengan gerak-gerik mencurigakan anak.

Ia percaya, jika semua perhatian diberikan untuk mengawasi anak-anak dan remaja, maka bibit radikal tidak akan mudah berkembang.

Baca juga:

Eks Napiter Ngaji Toleransi Bareng Gus Baha

Editor: Dwi Reinjani.

  • intoleransi
  • ekstrimisme
  • Terorisme
  • Radikalisme
  • perundungan
  • cegah radikalisme

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!