BERITA

KPU: Pelantikan Sekretaris KPU Kota Gorontalo, Cacat Prosedural

"Pelantikan ini cukup mengagetkan karena mekanisme pemilihan Sekretaris KPU Kota Gorontalo masih berlangsung, sementara proses pelantikan sudah dilakukan oleh Walikota Gorontalo"

KPU: Pelantikan Sekretaris KPU Kota Gorontalo, Cacat Prosedural
Foto: kpud-gorontalokota.go.id

KBR, Gorontalo– Pelantikan Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Gorontalo oleh Walikota Gorontalo menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk KPU Provinsi Gorontalo.  Anggota KPU Provinsi Gorontalo Verrianto Madjowa menyebut pelantikan tersebut cacat prosedur karena tidak mengikuti mekanisme sesuai Undang-undang tentang Penyelenggara Pemilu. 

Seharusnya kata dia, pelantikan bisa dilakukan setelah ada mandat dari Sekretaris Jenderal KPU pusat. Namun dia meragukan hal itu terjadi mengingat proses seleksi pemilihan sekretaris KPU kota Gorontalo, masih berlangsung.

“Sekjen yang melantik ya, didelegasikan ke Sekretaris Provinsi. Tetapi kami bisa mengkomunikasikan juga kan misalnya pak Sekjen apa bisa Walikota yang melantik? Tapi setelah proses ini selesai dan itu kami belum tahu," ujarnya kepada wartawan, Jumat (03/18).

"Kalau Pak Sekjen bilang bisa ya tentu ada surat, kalau tidak ya tetap Sekretaris Provinsi. Artinya ini kan masih perlu dikomunikasikan begitu, kalau misalnya Walikota pun yang melantik. Yang dikhawatirkan tiga nama kan yang dimasukkan tiba-tiba bukan yang dilantik yang dipilih oleh Sekjen, nah mau jadi bagaimana? kasihan orang yang dilantik,” tuturnya heran.

Pelantikan Sekretaris KPU Kota Gorontalo Ishak Ali oleh Walikota Gorontalo dilakukan pada Rabu (16/3) lalu, bersamaan dengan mutasi yang dilakukan terhadap 7 (tujuh) pejabat eselon II, 39 pejabat eselon III dan 199 pejabat eselon IV di lingkup Pemerintah Kota Gorontalo. 

Editor: Dimas Rizky

  • KPU kota Gorontalo
  • pelantikan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!