BERITA

Gerakan Tanam Cendana Kembalikan Tutupan Hutan di NTT

"Rehabilitasi dilakukan dengan menanam bibit pohon cendana."

Gerakan Tanam Cendana Kembalikan Tutupan Hutan di NTT
Ilustrasi. Kerusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh Timur, Aceh, Senin (21/3). Foto: Antara

KBR, Kupang- Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Timur NTT mengakui sebagian besar kawasan hutan di daerah itu mulai beralih fungsi. Kepala Dinas Kehutanan NTT, Benediktus Polo Maing mengatakan, luas lahan hutan di NTT sekitar 1,8 juta hektar.  "Namun banyak lahan yang sudah beralih fungsi", kataBenediktus Polo Maing, di Kupang, Kamis (24/03/2016).

Benediktus menjelaskan saat ini sudah sekitar 38 persen kawasan hutan yang beralih fungsi. "banyak kawasan hutan sudah dikonversi menjadi pengunaan lain. Ada yang jadi pemukiman, jadi tempat-tempat fasilitas umum dan lain" jelasnya. 

Pada tahun 2014 kemarin, Gubernur NTT mengajukan pengkajian kembali atas luas kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

"Tim pusat merekomendasikan rehabilitasi lahan dengan penanaman di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan," jelasnya.

Rehabilitasi, kata dia, sebetulnya sudah mulai dilakukan sejak 2010 dengan menanam cendana melalui gerakan Cendana Keluarga. Hasilnya hingga tahun 2013 sudah 100 ribu lebih tegakan cendana tumbuh di beberapa kabupaten di NTT.  

"Tahun ini akan dikembangkan gerakan cendana pelajar, pembuatan hutan tanaman cendana di lima wilayah yakni Kota Kupang 30 hektare, Kabupaten Kupang, TTS dan Kabupaten TTU masing-masing 40 hektare dengan jumlah tegakan cendana 24.980 pohon" ujarnya.

Namun, Benediktus Polo Maing juga mengatakan salah satu kendala dalam menghutankan kembali lahan-lahan adalah sulitnya memperoleh bibit dan lokasi lahan yang rawan bencana.  

Editor: Malika

  • kawasan hutan beralih fungsi
  • NTT
  • dinas kehutanan NTT

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!