BERITA

Muhammadiyah Kehilangan Sosok Prof Yunahar Ilyas

""Beliau rutin mengajar tafsir di gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta dan Jakarta, serta dikenal ringan hati untuk memberi pengajian ke manapun.""

Ken Fitriani

Muhammadiyah Kehilangan Sosok Prof Yunahar Ilyas
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir saat pelepasan jenazah Prof Yunahar Ilyas di Yogyakarta, Jumat (3/1/2020). (Foto: KBR/Ken Fitriani)

KBR, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan kehilangan sosok Prof Yunahar Ilyas.

Cendikiawan muslim Yunahar Ilyas wafat pada Kamis, 2 Januari 2020, pukul 23.47, di RS Sardjito Yogyakarta.   

Prof Yunahar Ilyas merupakan Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh. Ia juga sempat menjabat Wakil Ketua Umum MUI Pusat.


"Saya telah lama berkawan dan berinteraksi secara intens dengan Prof Yunahar sejak tahun 1980-an. Banyak teladan yang baik yang dapat diambil dari beliau. Penguasaan ilmu agama yang mendalam khususnya di bidang tafsir, kepiawaian dalam bertabligh yang mudah dicerna umat, ramah dan mudah bersahabat, serta kehati-hatian dalam bersikap sehingga seksama dan bijaksana," kenang Haedar dalam rilis resmi Muhammadiyah yang dikirimkan pada Jum'at (3/12).


Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah sungguh kehilangan figur ulama  yang santun dan menjunjung akhlak mulia.


"Beliau rutin mengajar tafsir di gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta dan Jakarta, serta dikenal ringan hati untuk memberi pengajian ke manapun," ucap Haedar.


Selain itu, kata Haedar, almarhum Yunahar Ilyas juga meninggalkan sejumlah buku penting dan menulis tarikh di Suara Muhammadiyah secara rutin.


"Semoga semuanya menjadi amal jariyah yang terus mengalir baginya. Semoga almarhum husnul khatimah dan diterima di sisi Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal 'alamiin," doa Haedar.


Editor: Agus Luqman 

  • PP Muhammadiyah
  • Yunahar Ilyas
  • MUI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!