HEADLINE

Klitih Marak Lagi, Sultan Bentuk Pokja Penanganan

Klitih Marak Lagi, Sultan Bentuk Pokja Penanganan

KBR, Yogyakarta - Klitih marak lagi di Yogyakarta. Aktivitas para remaja keluyuran malam hari tanpa tujuan jelas dan kemudian cenderung melakukan kekerasan itu, bahkan mendapat sorotan khusus dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurut Sultan, selain meresahkan warga masyarakat, aksi klitih juga berpotensi menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). 

"Kemarin sudah kita bicarakan di rapat. Jadi memang tidak bisa kalau bicara klitih itu hilang. Karena mayoritas mereka (pelaku) kurang beruntung, dalam arti broken home dan sebagainya. Kita akan mencoba berbicara dengan orangtua," kata Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (13/1/2020). 

Untuk menghentikan aksi pelaku klitih, menurut Sultan, harus dilakukan pendekatan dengan kalangan orangtua. Bahkan, perlu juga melibatkan saudara dari pelaku, untuk dilakukan pendekatan budaya demi menciptakan dialog. Semua itu untuk mengungkapkan, apa sebenarnya masalah-masalah keluarga dan sosial lainnya, yang akhirnya memicu pelaku klitih melakukan aksinya. 

"Kita lihat keluarga itu punya masalah apa. Apakah ekonomi, apakah masalah lainnya. Apa yang mungkin bisa kita bantu untuk memperbaiki kondisi," tukas Sultan.

Sultan menambahkan, penyelesaian kasus klitih tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan jalur hukum saja. Karena terbukti, hukum yang diterapkan selama ini pun belum mampu menimbulkan efek jera. Apalagi, para pelaku klitih itu juga tidak hanya berasal dari siswa sekolah pinggiran saja, namun juga melibatkan siswa dari sekolah negeri yang terkenal dan memiliki predikat sekolah yang kualitas pendidikan bagus. 

"Itu bukan masalah di sekolah. Tapi karena masalah di keluarga. Sehingga mungkin anak-anak itu pulang pagi, minum-minuman keras dan sebagainya. Siapa tahu karena mereka tidak nyaman tinggal di rumah. Itu juga bisa. Tapi persoalan bisa berbeda-beda. Ya kami mencoba menangani itu dan mendatangi keluarga," papar Sultan.

Meski pelaku klitih ini banyak yang merupakan anak di bawah umur, namun belum ada rencana untuk menyusun kembali hukum formal yang berlaku. Menurut Sultan, kekerasan yang dilakukan oleh para pelaku klitih bisa jadi hanya merupakan sebuah "pelarian". 

"Dari hasil penelitian psikologi, pelaku klitih ini mayoritas karena faktor masalah keluarga (broken home). Kita maunya juga mengupas isinya, tidak hanya dari kulitnya saja," harap Sultan.

Dikatakan Sultan, mumpung belum terlanjur lebih jauh, penyelesaian kasus klitih agar tidak hanya dilakukan menggunakan pendekatan hukum formal saja. "Selama keluarga itu tidak pernah diutuhkan kembali, selama itu juga masalah tidak pernah bisa ketemu penyelesaiannya. Kemungkinan kita akan bentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk kasus ini," tutur Sultan. 

Sultan mencontohkan perubahan zaman dan cepatnya perkembangan teknologi mampu membuat kehidupan masyarakat juga terimbas, baik positif maupun negatif. Kehidupan masyarakat saat ini, katanya, lebih bebas dengan kehadiran teknologi, salah satunya adalah telepon genggam. Dampak buruk dari seringnya menggunakan telepon genggam adalah menjauhkan ikatan antar-anggota keluarga. 

"Dulu tidak ada handphone. Jadi kalau kita makan bersama saling berdialog. Tapi sekarang semua sibuk dengan handphone. Jadi kalau kita makan, duduk, dalam keadaan diam. Ini kan perubahan luar biasa dalam pendidikan keluarga," tandas Sultan.

Terkait dengan pembentukan Pokja Penanganan Klitih, Sultan mengatakan, anggota tim saat ini tengah mempersiapkan konsep dan struktur penanganan yang hendak digunakan serta dikedepankan. "Bagi saya, ini bagian dari yang dimaksud dengan (pembentukan) keluarga tangguh," ujar Sultan.

Pelaku Klitih Ditangkap

Pekan lalu, seorang pelajar berinisial FNR (16) dari SMA di Bantul, meninggal dunia. Ia diduga menjadi korban klitih di Jalan Siluk-Panggang, Imogiri, Bantul. FNR meninggal sesudah mendapat perawatan di RSUP Sardjito, Yogyakarta.

FNR meninggal pada Kamis (9/1/2020), setelah sebelumnya mengalami luka berat yakni patah tulang di leher belakang, punggung, hingga tulang ekor. Hal ini dialaminya usai sepeda motor yang tengah dikendarai ditendang oleh orang tak dikenal, pada pertengahan Desember 2019.

Juru bicara Polda DIY Yuliyanto mengimbau para orang tua memantau kegiatan hingga pergaulan anak-anak mereka. Imbauan disampaikan sebagai respon atas aksi klitih menggunakan senjata tajam. "Bagi yang punya anak, adik, keponakan, hingga cucu yang masih remaja supaya senantiasa dikontrol," kata Yuli melalui pesan singkat kepada tribunjogja.com, Minggu (12/1/2020). Dua hari sebelumnya, Polda DIY dan Polres Sleman berhasil meringkus 10 remaja yang terlibat aksi klitih di tiga lokasi sekaligus.

Editor: Fadli Gaper 

  • klitih
  • Sri Sultan HB X

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!