BERITA

Ditjen PAS Targetkan 48 Napi Terorisme di Nusakambangan Lulus Deradikalisasi Tahun Ini

Ditjen PAS Targetkan 48 Napi Terorisme di Nusakambangan Lulus Deradikalisasi Tahun Ini

KBR, Cilacap– Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) menarget sebanyak 48 napi terorisme yang menghuni lapas di Pulau Nusakambangan ‘lulus’ program deradikalisasi. Salah satu indikatornya adalah mengakui ideologi Pancasila dan negara Indonesia.

Kepala Divisi PAS Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Jawa Tengah, Marasidin Siregar mengatakan, untuk mencapai itu bekerja sama dengan di antaranya seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)  dan Kementerian Agama. Bersama  lapas, BNPT dan Kemenag akan mengintensifkan program deradikalisasi.
 

Dia mengklaim, tahun-tahun sebelumnya, sejumlah napi terorisme di Nusakambangan juga telah kembali berideologi Pancasila. Beberapa napi tersebut saat ini telah kembali ke keluarga dan masyarakat.


“Untuk teman-teman yang menangani narapidana terorisme, kita punya target minimal 48 orang akan kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Ya, tentu untuk mencapai itu, teman-teman di sini akan bekerja sama dengan stakeholder lainnya, Kementarian Agama akan melakukan konseling, kepada saudara-saudara kita yang ideologinya berbeda dengan kita,” kata Marasudin Siregar, usai Serahterima tujuh Kalapas dan Kepala Rubasan Nusakambangan, Senin (13/1/2020).
 

Dia menjelaskan, program deradikalisasi itu merupakan bagian dari fungsi lapas sebagai lembaga pembinaan dan pemasyarakatan. Salah satu tugasnya adalah mengembalikan napi terorisme yang memiliki ideologi berbeda.

Dia menambahkan, napi terorisme terbagi menjadi beberapa kategori, yakni napi risiko tinggi, menengah dan minimum. Napi terorisme risiko tinggi ditempatkan di lapas khusus napi risiko tinggi, Lapas Pasir Putih. Adapun yang berisiko sangat tinggi ditempatkan di Lapas yang baru diresmikan, yakni Lapas Karanganyar. Napi risiko tinggi dan sangat tinggi ditempatkan satu orang di satu sel atau sel isolasi. 

Deradikalisasi

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. PP itu menugaskan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memperkuat program deradikalisasi.

PP tersebut juga memerintahkan BNPT menjadi koordinator kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk program deradikalisasi, kesiapsiagaan nasional, serta kontra radikalisasi. Kementerian/lembaga yang terlibat dalam program deradikalisasi tersebut meliputi Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Polri.

"Kontra Radikalisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme," bunyi pasal 22 ayat 1, dikutip Senin (25/11/2019).


Menurut PP tersebut, program deradikalisasi wajib dilakukan pada bekas narapidana terorisme, serta orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme. PP juga menyebut, ada empat  kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme, yakni memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme, memiliki hubungan dengan orang/kelompok orang yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme, memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme, serta memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme. Deradikalisasi juga akan diberikan kepada tersangka, terdakwa, dan narapidana tindak pidana terorisme.

PP tersebut diteken Jokowi pada 12 November 2019 dan  diundangkan sehari setelahnya. Aturan itu baru diunggah di situs web Setneg pada Senin (25/11).


Editor:Rony Sitanggang

  • Perguruan Tinggi
  • terorisme
  • radikalisme
  • deradikalisasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!