BERITA

Program Poros Perbatasan Incar 15 Ribu TKI Ilegal

" Program Pelayanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan rencananya dimulai pertengahan Januari 2016."

Program Poros Perbatasan Incar 15 Ribu TKI Ilegal
Sejumlah TKI berada di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, setelah dideportasi dari Malaysia, November 2015. (Foto: Adhima Soekotjo)

KBR, Nunukan – Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara menargetkan akan melayani 15 ribu buruh migran ilegal melalui program Pelayanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kabupaten Nunukan Edy Sujarwo mengatakan target 15 ribu buruh migran tanpa dokumen itu berdasarkan perhitungan angka deportasi dari pemerintah Malaysia tahun lalu mencapai hampir enam ribu orang. Di tambah lagi ada permintaan dari dua perusahaan Malaysia untuk mengikut sertakan buruh mereka yang tidak memiliki dokumen.


"Sebagai perhitungan tahun 2015 jumlah deportan hampir enam ribu orang. Lalu ada dua perusahaan yang akan mengeluarkan lebih dari lima ribu orang pekerjanya. Kalau ada kenaikan deportasi 10 persen, kemudian ada perusahaan lain di Sabah itu hampir 50 perusahaan. Sehingga ada angka 12 ribu hingga 15 ribu buruh migran ilegal," kata Edya Sujarwo, Rabu (6/1).


Program Pelayanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan rencananya dimulai pertengahan Januari 2016.


Nantinya buruh migran yang telah bekerja di Malaysia namun tidak memiliki dokumen akan diberi kemudahan pelayanan dokumen di Kabupaten Nunukan. Sementara buruh migran yang sudah dideportasi Malaysia akan diberi pelatihan kerja, wawasan kebangsaan serta disalurkan ke perusahaan di wilayah Indonesia.


Editor: Agus Luqman 

  • TKI
  • TKI ilegal
  • TKI tanpa dokumen
  • Nunukan
  • Kalimantan Utara
  • Malaysia
  • deportasi
  • Buruh migran

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!