NUSANTARA

Telur di Lhokseumawe Capai Rp 1.300 per Butir

Telur di Lhokseumawe Capai Rp 1.300 per Butir

KBR, Lhokseumawe – Warga Kota Lhokseumawe, menjerit dengan masih melambungnya harga telur mencapai Rp 1.300 per butir. Harga telur yang tidak stabil itu menguras biaya kebutuhan ibu rumah tangga


Pengelola Pusat Grosir telur di Pasar Sayur Kota Lhokseumawe, Muhammad Bahrul mengatakan, terpaksa menjual salah satu kebutuhan pokok itu dengan nilai tinggi, karena tidak adanya penurunan harga dari pemasok utama di medan, Sumatera Utara. 


Kata Dia, kendati Pemerintah sudah menurunkan harga BBM bersubsidi ternyata sama sekali tidak berdampak turunnya harga telur di pasaran.


”Harga telur sekarang Rp 38, Rp 37, Rp 36 ribu per papan tergantung besarnya dari sebelumnya hanya Rp 34, Rp 33 dan Rp 32 ribu per papan. Kami tak tahu permasalannya kenapa tidak turun, karena saat dipasok dari Medan harganya naik. Masyarakat yang datang kemari minta harga telur supaya diturunkan, ” kata Bahrul kepada Portalkbr, Selasa (20/1).


Ia menambahkan, pihaknya kerap menerima protes dari masyarakat terkait masih tingginya harga tersebut. Bahkan, sekarang animo masyarakat untuk berbelanja telur berkurang drastis semenjak Pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM pada awal bulan Januari lalu.


Sementara seorang pembeli, Salmi Hasanah mengaku, harus mengeluarkan biaya besar untuk membeli telur. Sehingga, harus berhemat ketika berbelanja di pasar.


”Kami heran sekali kenapa harga telur masih naik. Padahal, Pemerintah sudah menurunkan harga bahan baku dan semen, Beginilah kalau Pemerintah plin-plan dalam mengambil kebijakan, seperti naik turun barang begini gak jelas. Dan, rakyat sangat-sangat menderita, ” keluhnya.


Ia berharap, Pemerintah segera melakukan evaluasi untuk mengatasi tingginya harga pangan di pasaran. 


Editor: Antonius Eko 


  • harga telur
  • aceh

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!