NUSANTARA

2014-01-06T21:23:22.000Z

DPR Papua: Bupati Puncak Jaya Bohong soal OPM

"DPR Papua menuding Bupati Puncak Jaya, Henock Ibo melakukan pembohongan publik, terkait pernyataannya yang menyebutkan bahwa 100-an anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah turun gunung dan bergabung menjadi anggota Satpol Pamong Praja."

DPR Papua: Bupati Puncak Jaya Bohong soal OPM
DPR Papua, Puncak Jaya, OPM

KBR68H, Jayapura -  DPR Papua menuding Bupati Puncak Jaya, Henock Ibo melakukan pembohongan publik, terkait pernyataannya yang menyebutkan bahwa 100-an anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah turun gunung dan bergabung menjadi anggota Satpol Pamong Praja.

Ketua DPR Papua, Deard Tabuni mengatakan, akibat pernyataan tersebut, ada dugaan kelompok OPM ini marah, sebab apa yang dikatakan bupati tidak benar. Apalagi sebelumnya, kelompok OPM ini juga dituding meminta uang kepada pemda sekitar Rp 20 miliar. Kemarahan ini memuncak dan menyebabkan terjadinya penyerangan dan perampasan 8 senjata di pos polisi Distrik Kulirik.

“Saya sebagai putra asli Puncak Jaya dan telah turun langsung ke lapangan, tidak ada 100-an anggota yang diklaim sebagai OPM itu menyerahkan diri. Jika memang ada, seharusnya bupati menyebutkan, kelompok OPM mana yang menyerahkan diri. Sebab di Puncak Jaya itu banyak kelompok. Apalagi bupati juga tidak pernah melakukan komunikasi ke tokoh adat, gereja ataupun masyarakat setempat. Ini ada dugaan proyek mengatas namakan OPM,” jelasnya kepada wartawan, Senin (6/1).

Ada dugaan, akibat pernyataan bupati ini, kelompok tersebut melakukan pembalasan dengan melakukan penyerangan dan perampasan ke pos polisi di Distrik Kulirik, Puncak Jaya. Namun, walaupun ada kekecewaan tersebut, pihaknya meminta 8 puncuk senjata yang dirampas itu harus dikembalikan. Bahkan pihaknya bersedia untuk memediasi pertemuan antara polisi dan kelompok tersebut.

“Senjata tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya secara terhormat. Kami siap untuk menjadi mediator. Harus melakukan pengejaran kepada mereka persuasif  dan saya ingatkan kembali agar rakyat jangan dijadikan proyek. Ketika tidak ada masalah tidak ada uang, nanti ada masalah baru ada uang. Semua pihak juga harus duduk bersama dalam menhyelesaikan kasus ini,” jelasnya.

Sebelumnya pertengahan Desember lalu, Bupati Puncak Jaya Henock Ibo mengklaim 100-an anggota TPN/OPM telah menyerahkan diri dan bergabung dengan NKRI. Sekitar 100-an orang itu dipekerjakan sebagai satpol PP. Selain diberikan pekerjaan, mereka juga diberikan perumahan.     

Sabtu sore kemarin, kelompok bersenjata tak dikenal menyerang kantor Pos Polisi Subsektor Kulirik di Puncak Jaya berhasil merampas delapan senjata api laras panjang dari pos polisi tersebut.  Kedelapan senjata api itu diantaranya berjenis AK 47 dua pucuk, mouser satu butir, SS1 lima pucuk, dan sejumlah amunisi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, sementara satu pleton anggota Brimob bersama anggota Polres dan TNI masih melakukan pengejaran terhadap para pelaku.

Sikap Imparsial


LSM di bidang HAM, Imparsial menuding kelompok yang melakukan perampasan di pos polisi Distrik Kulirik bukan dari kelompok pejuang Kemerdekaan Papua, tapi ada dugaan dari gerombolan gangster. Perampasan ini juga ada kaitannya dengan pelaksanaan Pileg dan Pilpres mendatang.

“Ini sangat berbahaya, karena kelompok bersenjata telah dimanfaatkan oleh kepentingan elit politik tertentu untuk kepentingan mereka. Dan tindakan kelompok bersenjata itu bukan lagi pejuang Kemerdekaan, tapi tidak ada bedanya dengan gangster," ucap Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti melalui pesan elektroniknya, Senin (6/1) .

Kemungkinan, lanjutnya, jika kelompok itu menyerang atas pesanan kepentingan tertentu, maka mereka ditengarai mendapatkan  imbalan. "Tindakan menyerang dengan imbalan uang untuk kepentingan politik, adalah tindakan gangster. Kalau benar mereka adalah pejuang pembebasan, maka tidak akan mau bekerja demi uang untuk pemenangan elit tertentu,"katanya.

Pihaknya mengklaim, dalam Pilkada Kabupaten Puncak Jaya dan Puncak beberapa waktu lalu, ternyata juga ada kaitannya antara kekerasan dengan proses Pilkada.  "Dalam dua Pilkada itu ada kaitan kekerasan dengan proses demokrasi yang sedang berlangsung,"imbuhnya.

Untuk mengungkap pelakunya, polisi harus mengejar dan menangkap kelompok bersenjata dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat disekitar lokasi persembunyian. Apalagi ini dilema polisi bahwa pelaku kejahatan, kerap berlindung ditengah pemukiman warga, sehingga trauma masyarakat berlipat ganda.

“Intelejen diharapkan  lebih aktif untuk memberi peringatan pada pihak kepolisian, agar dapat mencegah supaya tidak terjadi peristiwa kekerasan perampasan senjata,” jelasnya.

Editor: Anto Sidharta

  • DPR Papua
  • Puncak Jaya
  • OPM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!