NASIONAL

PHRI: KUHP Tuai Narasi Negatif dari Negara Sasaran Pariwisata

"PHRI menyebut KUHP menuai narasi negatif dari mancanegara"

PHRI: KUHP Tuai Narasi Negatif dari Negara Sasaran Pariwisata

KBR, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyoroti polemik pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, pengesahan KUHP menuai banyak dinamika serta narasi negatif dari negara-negara sasaran pariwisata. Hal ini kata dia, merugikan sektor pariwisata di Indonesia.

Maulana meminta pemerintah membuktikan serta menjamin KUHP tak berdampak buruk terhadap sektor pariwisata. Sehingga pengusaha industri pariwisata tak perlu lagi khawatir.

"Masyarakat sipil, pelaku usaha pariwisata, dan hasil pariwisata, tidak dapat memberikan jaminan. Kami tidak mungkin memberikan jaminan kepada wisatawan akan aman-aman saja. Karena ini adalah merupakan produk hukum yang diatur oleh undang-undang," kata Maulana saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di DPR, Selasa (13/12/2022).

"Hanya ahli hukum dan aparat hukum yang dapat menerjemahkan secara benar dan memberikan jaminan. Jadi mohon maaf, Pak, kami enggak mungkin ngasih statement ini ke luar. Karena ini orang hukum saja akan berdebat di pengadilan gitu. Enggak mungkin kita melakukan ini. Jadi mohon pemerintah untuk mengambil alih untuk menjamin hal-hal tersebut, termasuk membuat aturan turunan atau berkoordinasi juga membuat SOP, paling tidak bagaimana pola razia di hotel," imbuhnya.

Baca juga:

Kata Maulana, pengusaha berharap ada aturan yang jelas yang mengatur pola razia di hotel. Khususnya yang terkait dengan perzinaan dan kohibitasi yang diatur dalam KUHP.

Maulana juga meminta agar segala potensi kriminalisasi akibat KUHP segera diantisipasi.

"Ada satu hal yang cukup menarik yang mungkin kalau enggak dari aparat hukum kami enggak tahu detail. Masalah orang mabuk, dituangin minuman. Yang menuangkannya bisa dipidana. Ini lucu nih. Bisa mengancam profesi bartender juga nantinya," kata dia.

Maulana menyebut, pelaku pariwisata pernah mengalami pengalaman pahit terhadap razia yang dilakukan aparat hukum. Sehingga sejak tahun 2002, PHRI membuat kesepakatan dengan Polri untuk mengatur pola razia di hotel. Kata dia, pola razia harus segera diperbaiki.

"Jujur saja di seluruh Indonesia sudah sejak lama memang pola razia dari Satpol PP, polisi, itu selalu meresahkan industri hotel dan kenyamanan tamu. Karena maaf, kadang mereka datang satu kompi, bawa media. Jadi keributan terjadi di hotel itu sendiri," tambahnya.

Tak Berdampak Buruk ke Pariwisata

KUHP yang baru disahkan diklaim tak berdampak buruk pada pariwisata Indonesia. Klaim itu disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.

Dia membantah ada pembatalan perjalanan wisatawan asal Australia ke Indonesia usai pengesahan KUHP. Dia menyebut, justru ada tren peningkatan kunjungan wisata, utamanya ke Bali.

"Perkembangan terakhir, belum ada yang di-hoaks-an itu sebagai pembatalan. Justru dari rata-rata harian saat ini bandara Denpasar (DPS) melayani sekitar 340 take off and landing, 22 sampai 23 ribu international passenger. Dan ini trennya terus meningkat," kata Sandiaga dalam konferensi pers, Senin (12/12/22).

Baca juga:

Sandiaga mengatakan, pemerintah berupaya mengomunikasikan KUHP ke Australia dan menjelaskan tak ada yang perlu dikhawatirkan soal ini.

"Sekaligus sosialisasi kepada pemerintah Australia dan wisatawan tentang salah satu pasal yang jadi perhatian lebih oleh calon wisman," imbuhnya.

Sebelumnya, Pemerintah Australia memberi peringatan kepada warganya yang akan melakukan perjalanan ke Indonesia. Ini merupakan imbas dari pengesahan KUHP, yang salah satu pasalnya menghukum pidana seks di luar nikah untuk penduduk lokal dan pelancong.

Editor: Wahyu S.

  • kuhp
  • pasal bermasalah
  • Polemik RKUHP
  • PHRI
  • hotel
  • pariwisata

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!