NASIONAL

Pemekaran Papua dan Jaminan Hak Rasa Aman Bagi Warga

"Pembentukan empat provinsi baru di Papua masih menyisakan kekhawatiran meningkatnya eskalasi konflik di Papua."

Pemekaran Papua

KBR, Jakarta - Pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua diklaim dapat menyelesai persoalan keamanan di sana. Optimistis itu disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, pada pertangahan November lalu.

"Pemekaran ini kita harapkan menjadi game changer untuk penyelesaian di Papua dalam rangka mempercepat kesejahteraan dan juga keamanan di Papua," kata Ma'ruf dalam keterangan persnya di sela kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/11/2022).

Ada empat provinsi baru di Papua, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya.

Ma'ruf juga berharap pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan tiga DOB lainnya akan membuat pelayanan kepada masyarakat Papua semakin masif.

Menurutnya, selama ini pelayanan di wilayah Papua yang begitu luas itu hanya terpusat di Provinsi Papua dan satu di Papua Barat.

"Nah sekarang oleh empat provinsi, di Papua Barat menjadi dua provinsi, kita harapkan pelayanannya akan lebih masif kepada masyarakat dan itu kunci saya kira upaya percepatan untuk pembangunan Papua," ujar Ma'ruf.

Namun, pernyataan Maruf Amin diragukan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kemanusiaan untuk Papua.

LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menganggap saat ini masalah struktural di Papua belum juga dapat diselesaikan secara maksimal oleh pemerintah.

Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, pemberlakuan DOB dikhawatirkan justru akan menambah masalah di lapangan.

"Langkah ini juga hampir pasti memperkuat cara pandang sekuritisasi di Papua, sebab pemekaran dalam wujud DOB akan dijadikan sebagai legitimasi pengerahan aparat keamanan secara besar-besaran di tanah Papua. Provinsi baru otomatis akan menambah satuan keamanan baik kepolisian atau kemiliteran," kata Andi kepada KBR, Kamis (1/12/2022).

Baca juga:

red

Dialog Papua

Sorotan juga disampaikan peneliti dari LSM Imparsial, Hussein Ahmad. Hussein mendorong pemerintah segera berdialog dengan masyarakat asli Papua usai memekarkan wilayah baru.

Hussein Ahmad mengatakan, pemerintah mesti menuruti kemauan masyarakat agar pemekaran di Papua tidak sia-sia.

“Jangan hanya pemerintah punya paket kebijakan orang-orang di Papua harus terima. Itu tidak benar. Sehingga pemekaran ini tidak hanya dipandang sebagai upaya untuk melakukan penaklukan dan kemudian eksploitasi tapi memang sesuai tujuan pemerintah yang katanya untuk mensejahterakan dan mempercepat pembangunan di Papua,” kata Hussein kepada KBR, Kamis (17/11/2022).

Peneliti LSM Imparsial Hussein Ahmad menambahkan, dalam konteks Papua, bukan sekadar pembangunan yang dibutuhkan. Tetapi juga penyelesaian terhadap beberapa akar masalah lain. Seperti rasisme, pelanggaran HAM, kekerasan hingga operasi militer.

“Membangun itu mudah tetapi yang sulit adalah bagaimana memastikan manusia di Papua merasa dirinya itu manusia bukan sebagai orang yang dimarginalkan, bukan objek pembangunan, bukan korban kekerasan yang dilakukan oleh negara, yang selama ini mereka rasakan,” katanya.

Hussein menduga keberadaan provinsi baru nantinya akan menambah pasukan aparat ke sana, sehingga berpotensi menambah eskalasi konflik.

“Konsekuensinya adalah tentu saja dari kacamata Imparsial itu juga bisa menambah satuan-satuan tentara baru di Papua. Karena biasanya pembentukan provinsi itu diikuti dengan Kodam dan oleh karena itu maka itu tentu saja akan memperkeruh situasi keamanan di Papua, di mana semua orang sedang berharap tidak perlu adanya penambahan pasukan di sana tapi justru adanya perdamaian. Dengan adanya pemekaran ini yang akan biasanya diikuti oleh Kodam itu ya satuan-satuan TNI-TNI kita. Maka tentu akan ada penambahan pasukan yang mana itu tentu saja akan berpengaruh terhadap situasi keamanan di Papua,” ujarnya.

Sejauh ini, dari catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM perwakilan Papua memperlihatkan eskalasi konflik di Papua terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan meski embrio konflik Papua sudah ada sejak dahulu, namun eskalasi konflik meningkat setelah ada otonomi khusus dan terjadi pemekaran wilayah.

Situasi ini diperparah dengan maraknya perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Papua.

Pemerintah pun didesak memikirkan cara meredam konflik bersenjata di Papua. Salah satu yang ditawarkan bisa lewat dialog damai yang melibatkan semua pihak terkait.

Editor: Agus Luqman

  • Papua
  • DOB Papua
  • Pemekaran Papua
  • konflik Papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!