KBR, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) turut menolak pengesahan pasal bermasalah di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan DPR.
Sekjen PHRI Maulana Yusran menilai, aturan terutama pasal perzinahan atau berhubungan di luar nikah yang ada di KUHP baru kontraproduktif dengan upaya pemerintah dalam membangkitkan pariwisata di Indonesia.
Ia menyebut, aturan itu dikhawatirkan menurunkan permintaan terhadap penginapan oleh wisatawan asing dan nusantara karena adanya ancaman pidana.
"Yang kita jadi masalah itu adalah, pertama bahwa negara kita itu belum konsisten terhadap penerapan penerapan hukum perkawinan kita. Negara kita mengatur pernikahan itu diatur dalam Undang-Undang 1 Nomor 74. Jadi kalau orang mengikuti pernikahan secara Undang-undang 1/74 dia akan dikeluarkan akta nikah atau buku nikah. Yang kedua, pemerintah juga mengakui adanya pernikahan secara agama," ucap Maulana kepada KBR, Rabu, (7/12/2022).
Baca juga:
- Membaca Peluang Gugatan UU KUHP ke MK
- Tetap Tolak RKUHP Disahkan, Koalisi Sipil Berunding Ambil Langkah Lanjutan
Tidak diakomodasi
Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menambahkan, kalangan pengusaha perhotelan tidak pernah diminta masukan oleh DPR selama pembahasan Rancangan KUHP.
Ia mengatakan, asosiasinya pernah menyurati pembuat Undang-undang itu melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Namun aspirasi dari PHRI itu tidak diakomodasi dalam KUHP.
Menurutnya, tanpa adanya aturan soal perzinaan di KUHP itu pun sudah banyak tindakan dari kepolisian yang mengganggu kenyamanan tamu hotel.
Baca juga:
- KSP: RKUHP Tak Bisa Mengakomodasi Semua Keinginan Masyarakat
- Menkumham: KUHP Efektif Berlaku 3 Tahun Lagi
Editor: Agus Luqman