KBR, Jakarta - Angka pengajuan dispensasi perkawinan anak meningkat saban tahun. Data dari Mahkamah Agung (MA) mencatat, pada 2019 ada lebih dari 24 ribu perkara dispensasi kawin. Kemudian pada 2020 meningkat menjadi 64 ribu perkara.
MA telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Perkara Dispensasi Kawin. Hakim Yustisi MA Mardi Candra berharap, Perma itu bisa menjadi payung hukum bagi para hakim dalam memutus perkara, sekaligus strategi mencegah perkawinan anak.
Baca juga: HAN 2021: Masih Tinggi, Anak Korban Kekerasan dan Perkawinan Anak
"Nah, ini tidak menjadi alasan. Semua orang setelah Perma ini diundangkan dalam lembaran negara, maka semua warga negara dianggap tahu," kata Mardi Candra dalam acara diskusi "Menguatkan Implementasi UU No.16 Tahun 2019 untuk Mencegah Praktik Perkawinan Anak di Indonesia", yang digelar daring di Jakarta, Rabu (29/12/2021).
"Nah, oleh karena itu, sebenarnya supaya implementasinya maksimal, Perma ini harus disosialisasikan. Nah, kemarin sudah ada semacam sosialisasi, malahan peringkatnya di atas sosialisasi, semacam bimtek," sambungnya.
Baca juga: Plan Indonesia Kampanye Stop Perkawinan Anak lewat “Suara Kirana”
Mardi menambahkan, Perma tersebut diharapkan juga bisa menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak, serta meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam pencegahan perkawinan anak.
Kata dia, hakim memiliki sejumlah pertimbangan hukum dalam mengadili perkara dispensasi anak. Antara lain, memberi nasihat kepada pemohon, anak, dan semua pihak yang terlibat dalam perkara.
Batas minimal usia perkawinan yang ditetapkan dalam undang-undang yakni 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.
Editor: Wahyu S.