BERITA

Kenaikan Tarif Listrik Nonsubsidi Fluktuatif Dinilai Rugikan Masyarakat

""Kalau fluktuatif terlalu berisiko tinggi bagi dunia usaha karena ada ketidakpastian, karena begini kita menganut prinsip sticky price. Jadi, kalau harga sudah naik di pasar itu sulit turun""

Ranu Arasyki

Kenaikan Tarif Listrik Nonsubsidi Fluktuatif Dinilai Rugikan Masyarakat
Pekerja melakukan penambahan jaringan listrik PLN di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021). (Foto: ANTARA/Anis Efizudin)

KBR, Jakarta - Pemerintah berencana menaikkan Tarif dasar listrik (TDL) yang disebut sebagai penyesuaian tarif mulai tahun depan. Penyesuaian tarif ditujukan bagi 13 golongan pelanggan listrik nonsubsidi.

Penyesuaian tarif akan dilakukan setiap tiga bulan sekali menyesuaikan dengan nilai tukar rupiah, harga minyak mentah dunia, dan laju inflasi.

Namun rencana itu menuai kritik. Direktur Eksekutif lembaga kajian ekonom INDEF Tauhid Ahmad mengatakan kenaikan tarif fluktuatif per tiga bulan akan menyulitkan masyarakat, terutama para pedagang dan skala industri yang memanfaatkan listrik untuk memproduksi barang/jasa.

"Menurut saya kalau fluktuatif terlalu berisiko tinggi bagi dunia usaha karena ada ketidakpastian, karena begini kita menganut prinsip sticky price. Jadi, kalau harga sudah naik di pasar itu sulit turun. Misalnya harga listrik rumah tangga dan toko naik, apakah dari toko tersebut menjual barang bisa turun? Dia menjual gorengan apa harganya akan turun? Kan nggak juga. Apalagi di bidang usaha yang lain," ujarnya saat dihubungi KBR, Selasa (14/12/2021).

Baca Juga:

Tauhid menyarankan kebijakan kenaikan TDL dipertahankan dalam kurun waktu minimal satu tahun dan dilakukan secara bertahap, sehingga tidak merugikan konsumen. 

Menurut Tauhid, kenaikan tersebut jangan sampai di atas pertumbuhan ekonomi, dan harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat yang masih terdampak pandemi.

Tauhid Ahmad memahami keputusan pemerintah kenaikan tarif dasar listrik untuk pelanggan nonsubsidi. Apalagi, saat ini PLN masih memiliki utang cukup besar mencapai Rp600 triliun, karena menanggung beban subsidi yang besar.

"Saya kira ini, untuk mendorong struktur keuangan yang kuat karena di struktur keuangan PLN problem-nya juga cukup besar, di keuangan negara tampaknya subsidi sudah semakin besar. Saya kira kenaikannya jangan sampai membebani lah. Misalnya, asumsinya paling tinggi kalau pertumbuhan ekonomi kita tahun depan hanya 5 persen, ini yang bisa di-adjust, bisa diterima oleh masyarakat. Tidak boleh lebih tinggi dari kenaikan ekonomi atau pendapatan masyarakat secara umum di tengah pemulihan. Nah, untuk masyarakat yang 450va saya kira tidak perlu, bahkan tidak boleh naik dulu karena mereka adalah masyarakat yang paling menderita pada situasi Covid-19 sekarang ini," ujarnya.

Editor: Agus Luqman

  • tarif dasar listrik
  • inflasi
  • Pertumbuhan Ekonomi
  • pandemi covid-19
  • Harga Minyak Goreng Kemasan
  • PLN
  • TDL

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!