BERITA

Ini 2 Skema Pembiayaan Karantina bagi Pelaku Perjalanan Internasional

Ini 2 Skema Pembiayaan  Karantina bagi Pelaku Perjalanan Internasional

KBR, Jakarta - Pemerintah akan membagi dua skema pembiayaan karantina atas pelaku perjalanan internasional yang datang ke Indonesia. 

Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kategori pertama adalah karantina yang ditanggung pemerintah yakni untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan pelajar yang menamatkan studinya di luar negeri. 

"Selain itu, pemerintah juga akan menanggung biaya karantina pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri," ujarnya pada konferensi pers, Selasa (14/12/2021). 

Sementara, bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak termasuk kategori itu, maka diwajibkan untuk membiayai karantina secara mandiri. 

Baca juga:

Demikian juga dengan Warga Negara Asing (WNA), dan diplomat asing di luar kepala perwakilan asing diharuskan menanggung biaya secara pribadi sesuai durasi yang ditentukan berdasarkan asal negara kedatangannya.

Lebih lanjut, kata Wiku, untuk pelaku perjalanan internasional yang tidak ditanggung biayanya di fasilitas terpusat, mesti menunjukkan bukti konfirmasi pembayaran atas pemesanan tempat akomodasi karantina dari penyedia akomodasi selama menetap di Indonesia.

Saat ini, jenis karantina pelaku perjalanan yang biayanya ditanggung oleh pemerintah akan ditempatkan di karantina terpusat, seperti wisma atlit Pademangan, wisma atlit Kemayoran, serta 105 hotel rujukan lainnya. 

Fasilitas itu diberikan khusus bagi PMI, mahasiswa dan Aparatur Sipil Negara (ASN).  Sementara, pemerintah bakal mengizinkan pejabat Indonesia setingkat eselon satu ke atas yang menyelesaikan tugas kedinasan untuk melakukan karantina mandiri dengan biaya tanggungan dari pemerintah.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • masa karantina
  • pandemi covid-19
  • Tes PCR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!