BERITA

Draf RUU TPKS Terganjal Lagi, DPR Ramai Dikritik

Draf RUU TPKS Terganjal Lagi, DPR Ramai Dikritik

KBR, Jakarta - Berbagai pihak mengkritik DPR yang lagi-lagi gagal membawa draf Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) ke rapat paripurna untuk disahkan jadi inisiatif DPR.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menargetkan draf RUU TPKS bisa dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada tahun ini. 

Namun, beberapa kali upaya membawa draf RUU TPKS ke rapat paripurna gagal. Termasuk pada rapat paripurna di penutupan masa sidang 2021, Rabu (15/12/2021).

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyoroti sikap DPR yang gagal mengesahkan draf RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR pada penghujung tahun ini. Ia menilai DPR tidak serius menangani isu kritikal ini.

"Kalau memang mereka menganggap RUU TPKS ini penting, harusnya masalah administrasi dikawal. Kalau buat saya, kegagalan kemarin itu, tidak jadi disahkan jadi RUU inisiatif, itu menandakan bahwa mereka memang tidak punya sense of crisis. Mereka tidak menganggap ada darurat kekerasan seksual di Indonesia. Sehingga RUU ini diperlakukan biasa saja. Bahkan tidak diperhatikan kalau suratnya belum dikirim dan lain sebagainya," kata Bivitri saat dihubungi KBR, Kamis(23/12/2021).

Dengan DPR yang tidak serius mengurusi draf RUU TPKS, Bivitri Susanti memandang proses penyusunan ini berjalan terlalu lambat.

"Kehilangan waktu, iya. Bahkan seharusnya dari bertahun-tahun yang lalu. Karena ini sudah enam tahun nyangkut di DPR. Saya kira kita kehilangan banyak waktu. Sekarang kita punya momentum, dengan banyaknya kasus yang diangkat. Seharusnya kasus-kasus ini sudah bisa ditangani dengan RUU TPKS, kalau DPR lebih punya kepedulian. Memang terdengarnya cuma kehilangan satu bulan. Tapi dalam kondisi darurat seperti sekarang, jangan ada penundaan lagi," kata Bivitri.

Bivitri menyebut seharusnya tak ada halangan lagi usai ini. DPR perlu memenuhi janji, memasukan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR, awal tahun depan.

"Januari nanti jadi RUU inisiatif. Ini mulai bisa dibahas dengan pemerintah. Karena memang janjinya seperti itu. Jadi nanti kita tagih. Kalau tidak salah tanggal 13 Januari ada sidang paripurna lagi, sudah bisa langsung diketok jadi RUU usul inisiatif. Ini belum jadi Undang-Undang nih. Setelah itu baru pembahasan dengan pemerintah," tegasnya.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah diusulkan sejak lima tahun lalu, namun tidak kunjung disahkan DPR. Padahal, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus meningkat saban tahun. RUU PKS bahkan dianulir dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. RUU ini kemudian berganti nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada 2021.

Baca juga:

Tidak Paham Substansi

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Khotimun Sutanti menilai DPR RI tidak produktif dalam memahami substansi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Akibatnya proses penyusunan hingga pengesahan RUU berjalan lambat.

"Tidak produktif itu artinya berprasangka buruk terhadap RUU ini. Karena memang ini sudah dibatasi, jelas ini terkait dengan kekerasan seksual. Kalau mau mengatur yang lain ya bukan di sini tempatnya. Itu pun selalu dijadikan persoalan oleh beberapa pihak. Oleh fraksi-fraksi tertentu dari PKS, terus kemarin tambah lagi Golkar, itu yang justru tidak mendukung terhadap RUU ini. Padahal kekerasan seksual itu kan masalah kita semua ya. Semua orang itu rentan, terutama perempuan dan anak-anak mereka juga, di sekitar mereka juga," ucap Khotimun saat dihubungi KBR, Kamis (23/12/21).

Khotimun Sutanti sebetulnya berharap langkah pertama dimulai pada bulan Desember ini, yaitu mengesahkan draf RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR. Sehingga awal tahun depan para pembuat kebijakan bisa segera melanjutkan proses lainnya.

"Ini menunda lagi, menunda apa yang sudah kita nanti-nanti. Karena teman-teman yang mengalami kasus sehari-hari memang kesulitan dengan berbagai hambatan. Salah satunya dalam substansi hukum yang belum memadai saat ini. Untuk hukum kekerasan seksual dan juga acara pidananya," katanya.

Ia menyayangkan RUU TPKS kembali terganjal disebabkan oleh masalah prosedural. Seharusnya ini bisa dihindari jika DPR mencermati isu kekerasan seksual sebagai isu yang kritikal.

"Ada keterlambatan misalnya untuk menyusun tim Bamus, menyelenggarakan rapat Bamus, kemudian prosedur lainnya menuju paripurna. Sedangkan sebetulnya ini adalah prosedur yang standar di paripurna. Kita jadi nggak tahu, sebetulnya itu political will atau faktor prosedural murni? Ada sebagain anggota DPR yang memang masih belum berpihak terhadap RUU ini," tuturnya.

Ia menunggu komitmen DPR mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR pada 13 Januari mendatang. Sebab kebutuhan RUU ini sangat mendesak demi melindungi masyarakat dari kekerasan seksual.

Baca juga:

Janjikan Tahun Depan

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar berjanji akan mengawal draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar disahkan menjadi usul inisiatif DPR pada rapat paripurna pertama DPR, usai reses Januari mendatang.

Dalam keterangan tertulisnya Muhaimin akan mendorong agar RUU tersebut segera disahkan menjadi Undang-undang.

"Waktu Paripurna kemarin, kita semua terhipnotis dengan pernyataan sahabat Luluk Nur Hamidah. Akhirnya semua ketua fraksi setuju RUU TPKS harus menjadi keputusan inisiatif DPR pertama dalam paripurna usai reses ini," kata Muhaimin, Kamis (23/12/2021).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka juga mengatakan, walau pada penutupan masa sidang DPR 2021, draf RUU TPKS tersebut belum disahkan, masih ada waktu pada rapat pertama tahun depan. Sehingga pada prinsipnya, menurut Diah, kesempatan mengesahkan RUU tersebut menjadi inisiatif DPR masih besar.

"Draf RUU ini akan disidangkan di awal masa sidang berikutnya. Jadi kita tidak kehilangan waktu. Secara prinsip karena masa sidang penutupan ini langsung reses, nanti ada masa sidang baru. Kalau nanti masuk masa sidang baru bisa langsung kita bahas bersama. Jadi secara praktis kita tidak kehilangan waktu pembahasan juga," kata Diah, dikutip dari wawancara KompasTV, Senin (20/12/2021).

DPR beralasan draf RUU TPKS batal disahkan menjadi inisiatif DPR akhir masa sidang, lantaran terkendala mekanisme.

Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Adianto mengatakan rancangan peraturan harus melewati beberapa mekanisme, seperti rapat dengan pimpinan DPR, dengan pemerintah kemudian melalui rapat paripurna. Menurutnya aturan terkait mekanisme pengesahan tidak bisa dilewatkan begitu saja. Jika tidak, aturan yang terbit akan cacat hukum.

Editor: Agus Luqman

  • RUU TPKS
  • kekerasan seksual

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!