BERITA

Warga Menyambut Fenomena Gerhana Matahari Cincin

Warga menyaksikan gerhana matahari di halaman Masjid Baitul Mukminin kota Jombang (Foto: Muji Lestar

KBR - Pengamatan gerhana matahari cincin hari ini, Kamis (26/12/2019) dinikmati di berbagai titik di Indonesia. 

Di Jakarta, pengamatan dilakukan di Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP-IPTEK) Taman Mini Indonesia Indah. Staf Sub Divisi Program Sains, Sri Wahyu mengatakan, Gerhana Matahari Cincin (GMC) terjadi ketika bulan berada segaris dengan bumi dan matahari. Namun piringan bulan lebih kecil dari piringan matahari sehingga piringan matahari tidak tertutup dengan sempurna. Lebih lanjut Sri Wahyu menjelaskan puncak GMC di Jakarta mulai pukul 12.36 WIB.

"Untuk rangkaian gerhana matahari yang sekarang ini mulai fase gerhananya dari jam 10.42 kemudian puncaknya untuk di Jakarta 12.36, kemudian selesainya itu kalau tidak salah 14.23. Jadi yang tadi saya bilang 10.42 itu misalkan ada piringan matahari dan piringan bulan nah itu pertama kali bersinggungan jam 10.42, sampai dia selesai sekitar setengah 3," Ujar  Staf Sub Divisi Program Sains, Sri Wahyu di PP-IPTEK TMII, Kamis (26/12/2019).

Sri Wahyu menuturkan, PP IPTEK TMII menyediakan 4 teleskop untuk pengunjung yang ingin melihat fenomena gerhana matahari cincin. Setiap teleskop memiliki hasil warna matahari yang berbeda karena filter warna yang berbeda-beda. Ia juga menyarankan pengunjung yang ingin melihat gerhana matahari cincin harus menggunakan alat bantu seperti teleskop atau kacamata matahari karena jika terpapar langsung matahari mata akan rusak.

"Fenomena gerhana walaupun dia ketutup, tetapi tetap tidak boleh melihat secara langsung karena nanti mata kita bisa rusak. Kenapa bisa rusak karena mata kita ada lensanya ya, analoginya itu kalau kita main lup, kalau lup dikasih ke matahari dia bisa membakar kertas, sama juga dengan mata kita, kalau mata kita melihat langsung bisa terbakar," Staf Sub Divisi Program Sains, Sri Wahyu di PP-IPTEK TMII, Kamis (26/12/2019).

Titik paling jelas melihat gerhana matahari berada di Siak, Provinsi Riau. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan sebagian wilayah Indonesia hanya bisa menikmati fenomena Gerhana Matahari Sebagian.

Kaca mata 'rontgen' ludes di Jombang

Momentun gerhana matahari sebagian yang terjadi di wilayah Pulau Jawa tak dilewatkan oleh masyarakat di Jombang, Jawa Timur.

Puluhan warga datang silih berganti ke halaman Masjid Baitul Mukminin di Kota Jombang untuk menyaksikan fenomena gerhana matahari ini secara jelas.

Di sini, sejumlah peralatan digital hingga manual telah disediakan oleh para mahasiswa dari Lembaga Falaqiyah di Jombang bagi masyarakat yang ingin melihat dari dekat seperti apa  matahari saat terjadi gerhana ini.

Ketua Lembaga Falawiyah, Mujazon mengatakan, sengaja membawa sejumlah alat berupa teleskop untuk membantu masyarakat mengetahui tentang fenomena langka yang jarang terjadi ini. 

"Alat ini sangat membantu masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung momentum gerhana matahari, paling tidak bisa dilihat terkadang satu tahun sekali, kadang di Jombang kadang tidak, fenomena ini terjadi di Jombang sebagian," ujar Mujazon. 

Mujazon menjelaskan, gerhana matahari sebagian ini terjadi di wilayah Jombang, Jawa Timur dan sebagain di Pulau Jawa. Gerhana ini berlangsung selama kurang lebih dua jam, mulai pukul 12.02 dan berakhir pada 14.32 WIB.

"Puncaknya pada pukul 13.00 WIB,  12.30 kita bisa lihat sekitar 65 persen, Kalau diluar Jawa terjadi gerhana cincin," terangnya.

Meskipun mendung, namun antusias masyarakat untuk datang dan mencoba melihat gerhana matahari ini dengan teleskop cukup antusias. Bahkan, masyarakat rela mengantre ditengah-tengah cuaca yang cukup panas tersebut.

"Ada beberapa alat sepertu teleskop robotic dan manual yang dibawa beberapa komunitas dan mahasiswa, sempat ada mendung tapi alhamdulillah ini tidak menganggu," terangnya. 

Selain mencoba melihat dengan teleskop yang disediakan oleh sejumlah mahasiswa dan komunitas Falaqiyah, masyarakat juga menggunakan kacamata gelap berbahan plastik/kertas rontgen yang mereka dapat dengan cara membeli seharga Rp 15 ribu di tempat tersebut.

Alhasil, dalam waktu sekejab sebanyak 50 buah kacamata yang disediakan oleh Lembaga Falaqiyah itu ludes terjual.

"Selain dengan teleskop robotic dan manual, memang juga bisa menggunakan media lain seperti kacamata gelap/rontgen, atau kalau orang jaman dulu itu air, sebab kalau dilihat langsung itu bisa merusak mata, efeknya bisa menyebabkan kebutaan," terang Ketua Lebaga Falaqiyah, Mujazon.

Sementara, salah satu warga, Rinaya mengaku,  tidak ingin melewatkan momentum bersejarah itu yang dimungkinkan terjadi satu kali seumur hidupnya. Dia, menggunakan alat berupa hasil foto rontgen untuk melihat penampakan matahari yang tak sempurna ini. 

"Pakai kacamatan ini terlihat jelas, mataharinya separuh ilang, kalau dulu mitosnya di makan Buto/Betara Kala (Raksasa), jadi kami tak boleh melihat sama orang tua," pungkasnya.


Di Banyuwangi, gerhana matahari bertahan 2 jam 

Fenomena gerhana matahari cincin bisa juga dilihat di Banyuwangi, Jawa Timur, pada pukul 12.00 WIB. 

Prekirawan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banyuwangi, Ibnu Haryo mengatakan, puncak gerhana matahari terjadi pada pukul 12.59 wib hingga pukul 13.45 wib.

Kata Ibnu,fenomena grahana matahari jika  dilihat di wilayah Kabupaten Banyuwangi, hanya kisaran 60 persen, tidak bisa secara total. Sebab posisi matahari berada di magnetudo 0,7. Sehingga di wilayah Banyuwangi hanya terlihat sebagian.

“Kalau dilihat mungkin kelihatan redup cahaya matahari, Cuma tetap butuh  memakai lensa gelap, jangan melihat secara langsung karena matahari itu pasti silau. Berbahaya lebih baik tetap menggunakan kaca gelap,” kata Ibnu Haryo hari ini Kamis (26/12/2019) di BMKG Banyuwangi.

Fenomena gerhana matahari ini terjadi akibat proses garis lurus antara bumi, bulan dan matahari. Akibatnya, bulan menutupi bayangan matahari ke bumi.

Jika dilihat dengan mata telanjang, maka gerhana matahari cincin ini bisa menyebabkan kerusakan pada mata, kornea serta iritasi mata. 

Editor: Citra Dyah Prastuti  

  • gerhana matahari

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!