BERITA

KPK Lelang Jabatan Jubir Baru pada Januari 2020

KPK Lelang Jabatan Jubir Baru pada Januari 2020

KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melelang jabatan juru bicara lembaga antirasuah. Posisi itu sebelumnya kosong, dan diisi Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. 

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan selain posisi juru bicara, lima jabatan lainnya yang masih kosong. Antara lain Deputi Penindakan dan Deputi Informasi dan Data. Jabatan itu kosong sejak Agustus 2019.

"Pertanyaannya saya juga kenapa hanya sekadar jubir dipermasalahkan. Namanya kan rangkap jabatan, mestinya kan setiap orang dalam posisi yang satu-satu. Jadi kami ingin melengkapi ada 6 struktural baik deputi, biro, maupun jubir yang merangkap. Sehingga perlu dicari pejabat definitif," ucap Ghufron kepada KBR, Selasa, (24/12/2019).

Wakil Ketua KPK Ghufron menambahkan, jabatan struktural KPK yang kosong akan diisi melalui mekanisme lelang. Namun, hanya diperuntukkan bagi PNS, baik dari internal KPK, maupun lembaga lainnya sesuai UU KPK hasil revisi. 

Lelang itu rencananya akan dibuka pada pertengahan Januari. Nantinya, panitia seleksi jabatan struktural KPK akan diserahkan kepada pihak ketiga. KPK, kata Ghufron, hanya akan memberikan persyaratan peserta.

Ghufron menambahkan, rapat komisioner KPK juga membahas soal daya dukung aset, keuangan dan lainnya, guna merumuskan rencana strategis yang terukur.

Baca juga: WP KPK: Bukan Tidak Mungkin Pimpinan Baru Juga Akan Diteror

Firli Diminta Tak Tempatkan Polisi di Enam Jabatan Struktural KPK

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) meminta Ketua KPK Firli Bahuri tak menempatkan polisi pada enam jabatan struktural yang kosong di lembaga antikorupsi tersebut.

Enam jabatan di KPK yang saat ini kosong dan dijabat pelaksana tugas (Plt) adalah Deputi Penindakan, Deputi Informasi dan Data, Direktur Penyelidikan, Direktur Pengaduan Masyarakat, Direktur Pengolahan Informasi dan Data, serta Kepala Biro Hukum. 

Peneliti PSHK Agil Oktaryal mengatakan pemilihan enam pejabat tersebut, terutama Deputi Penindakan, sangat memengaruhi kinerja pemberantasan korupsi di KPK dalam empat tahun mendatang.

"Itu harus diisi oleh orang yang profesional. Kalau bisa dijauhi dari unsur kepolisian yang memiliki catatan yang kurang baik. Apalagi kemudian latar belakang pimpinan yang sekarang banyak miliki catatan juga. Jangan sampai orang-orang yang dimasukkan ke KPK, bukan perkuat tapi malah perlemah pemberantasan korupsi di KPK," kata Agil kepada KBR, Selasa (24/12/2019).

Pimpinan dengan catatan yang dimaksud Agil adalah Ketua KPK Firli Bahuri, seorang polisi yang sempat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Namun, Firli diduga melanggar etik karena pernah bertemu orang yang diduga terlibat perkara yang tengah diselidiki KPK.

Menurut Agil, pimpinan bisa mempertimbangkan unsur jaksa atau pegawai independen di KPK untuk mengisi jabatan itu, termasuk jika mendatangkan tokoh dari luar KPK. 

Kata dia, proses pemilihan pejabat di KPK juga harus dilakukan secara terbuka, termasuk menyantumkan kriteria seperti berintegritas dan memiliki rekam jejak bersih. Menurutnya integritas hal paling mahal di KPK, selain etik.

Agil berharap pimpinan KPK segera mengisi enam jabatan yang kosong tersebut dengan pejabat definitif, karena berkaitan dengan tindakan hukum. 

Ia khawatir, ada tersangka atau terdakwa korupsi yang mempermasalahkan posisi hukum Plt deputi yang menandatangani SK penetapannya di pengadilan. Apalagi, kata dia, saat ini ada tren pemangkasan vonis koruptor di Mahkamah Agung.

Selain itu, Agil juga meminta jabatan juru bicara KPK diisi orang dengan rekam jejak bersih, agar dipercaya publik. Ia beralasan, juru bicara bertanggung jawab menjaga citra KPK tetap baik, sekaligus menjalin hubungan dengan publik.

 

Editor: Sindu Dharmawan

  • KPK
  • Juru Bicara KPK
  • Febri Diansyah
  • Nurul Ghufron
  • PSHK
  • Lelang Jabatan
  • Agil Oktaryal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!