KBR, Jakarta- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Mahkamah Agung (MA) sering mengambil putusan yang tidak pro-pemberantasan korupsi.
Pernyataan itu dilontarkan ICW setelah MA memangkas hukuman bagi koruptor Idrus Marham, bekas Menteri Sosial yang terbukti menerima uang suap Rp2,25 miliar terkait proyek PLTU Riau-1.
Pada 9 Juli 2019 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara untuk Idrus. Namun, pada 2 Desember 2019, MA mengeluarkan putusan hasil kasasi yang mengurangi masa hukumannya menjadi 2 tahun.
Selama periode Oktober-Desember 2019, MA juga memberi peringanan hukuman serupa kepada sejumlah koruptor lain yakni Irman Gusman, Patrialis Akbar, Andi Zulkarnaen Mallarangeng, Moh. Sanusi, dan Helpandi.
ICW Tidak Kaget
"Kita tidak lagi kaget melihat MA terus-menerus memberikan vonis ringan atau mengurangi hukuman dari para pelaku korupsi," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada KBR, Kamis (5/12/2019).
"Bahkan tidak hanya dikurangi, kalau kita melihat kasus BLBI terdakwa Syarifuddin Arsyad Tumenggung malah dilepas oleh Mahkamah Agung," lanjutnya.
ICW menilai saat ini tidak ada sosok Hakim Agung yang berani memberi masa hukuman maksimal bagi para koruptor.
ICW mendesak Ketua MA Hatta Ali mengevaluasi lembaganya.
"Ke depan Mahkamah Agung harus berbenah, melihat kembali apa problem internal dari Mahkamah Agung, sehingga disorot publik karena sering melakukan tindakan yang tidak pro dalam pemberantasan korupsi," tegas Kurnia.
Editor: Sindu Dharmawan