BERITA

Kontras Sebut Pemilihan Komisioner LPSK Sarat Kepentingan Politik

"Jadi si LPSK ini punya kewenangan untuk menentukan seseorang saksi atau pelaku itu sebagai justice colaborator. Itu yang dianggap DPR tidak berjalan"

Kontras Sebut Pemilihan Komisioner LPSK Sarat Kepentingan Politik
Ilustrasi LPSK. (Foto: Setkab.go.id)

KBR,Jakarta- Periset dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar mengatakan pemilihan komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sarat kepentingan politik.

Ia mencontohkan ketika fit and proper test di DPR, hal yang ditekankan adalah pertanyaan terkait justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengungkap kasus tertentu, karena menurut anggota DPR, justice collaborator tidak berjalan maksimal oleh komisioner sebelumnya.


“Satu case (kasus, red) yang diambil oleh DPR waktu tanya jawab atau fit and proper test itu adalah terkait justice collaborator. Jadi si LPSK ini punya kewenangan untuk menentukan seseorang saksi atau pelaku itu sebagai justice collaborator. Itu yang dianggap DPR tidak berjalan, itu yang terjadi pada kasus-kasus yang menimpa anggota DPR. Nah dari situ kita menilai bahwa, jangan-jangan pemilihan atau seleksi komisioner LPSK di tahapan DPR ini sarat kepentingan politik,” ujar Rivanlee, di kantor Kontras, Jumat (07/12/2018).


Pantauan Kontras pada pelaksanaan fit and proper test itu, beberapa nama calon yang lolos malah tak sesuai harapan.


Rivanlee Anandar mengatakan, tiga dari 7 orang komisioner LPSK terpilih tak masuk standar parameter penegakan hak asasi manusia versi Kontras.


Meskipun tidak ada rekam jejak buruk dari ke 3 komisioner itu, hanya saja, pengetahuan tentang kasus dan penyelesaian masalah HAM ketiga cukup minim, sehingga dikhawatirkan tidak bekerja maksimal.


“Tiga nama yang terpilih saat ini sebetulnya bukan dia punya catatan buruk, tapi dia tidak melampaui standar yang kita buat dari standar 7 parameter yang kita buat. Tapi yang jelas   kami tidak benci terhadap orang-orang yang berasal dari instansi-instansi tersebut. Tapi kami melihat orang-orang yang berasal dari instansi-instansi tertentu kami khawatirkan tidak bekerja secara independen,” ujar Rivanlee.


Rivanlee mengatakan, sebenarnya dari 14 calon komisioner yang maju ke tahapan fit and proper test, 7 di antaranya masuk dalam kualifikasi Kontras. Namun pada saat pemilihan hanya 4 yang lolos.

Ia menegaskan, tidak ada masalah dengan instansi apapun hanya saja beberapa instansi sulit diajak bekerja sama.

“Takutnya tidak bekerja independen, padahal kasus-kasus yang ditangani Kontras selalu berkaitan dengan instansi-instansi tersebut,” ujar Rivanlee.


Kendati demikian kata Rivan, tidak ada yang bisa dilakukan lagi selain mengawasi komisioner baru dalam bekerja, karena 7 nama itu sudah ketok palu DPR, dan tinggal menunggu pelantikan.


Hal itu juga ditegaskan oleh Fathia maulidiyanti, Desk Internasional Kontras, yang menyebutkan ke tiga calon tersebut  minim pengetahuan akan kasus HAM. Ia khawatir penyelesaian kasus malah akan semakin kacau.


“Bukan karena hanya sentimen tertentu dari instansi tersebut, tapi dari hasil pemantauan kita dari awal 3 nama ini tidak memiliki inovasi sama sekali. Bahkan ada salah satu calon yang ia tidak tahu tentang rekonsiliasi. Intinya dia ga tau ketika diminta elaborasi tentang rekonsiliasi dan penyelesaian HAM masa lalu dia tidak bisa menjelaskan,” ujar Fathia.



Editor: Kurniati

  • Komisioner LPSK
  • Kontras
  • Justice Collaborator
  • LPSK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!