KBR, Jakarta- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Instruksi Bupati Aceh Barat terkait pelarangan melayani warga yang tidak berpakaian sesuai syariat sebagai diskrimasi pelayanan publik. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung mengatakan, dalam melayani masyarakat dilarang tebang pilih.
Beka beralasan, meskipun Aceh merupakan daerah istimewa dengan segala syariat islam yang melingkup, peraturannya pun harus tetap mengedepankan perspektif hak asasi manusia.
“Kami menghormati betul memang ada syariat Islam di sana. Tapi juga harus memerhatikan atau kemudian memakai HAM sebagai instrumen atau perspektif lain sebelum mengambil keputusan. Karena keputusan itu pertama bisa jadi mendiskriminasikan orang,” kata Beka kepada KBR di Hotel Royal Kuningan, Senin (10/12).
Beka menilai, pembuatan aturan yang rawan mengesampingkan HAM harus ditertibkan pemerintah pusat. S
“Kalau instruksi, kami hanya melakukan imbauan. Belum ada pengaduan resmi soal itu. (Nanti kalau ada pengaduan?) Kami tindaklanjuti,” ujarnya.
Sebelumnya Bupati Aceh Barat Ramli MS menginstruksikan seluruh pegawai instansi daerahnya agar tidak melayani masyarakat yang tidak berpakaian secara Islami. Ramli mengancam akan mencopot pegawai yang nekat memberikan layanan.
Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Barat Muhammad Isa menerangkan instruksi itu dikeluarkan demi meningkatkan kepatuhan masyarakat.
"Tidak di kependudukan saja, semua instansi harus. Ini berangkat dari imbauan Pak Bupati agar menegakkan syariat Islam. Dengan ada (instruksi) itu, maka akan semakin cepat terlaksananya," kata Isa kepada KBR, Minggu (9/12).
Isa menegaskan kebijakan itu hanya berlaku bagi warga yang beragama Islam. Kata dia, sejak 2010 Kabupaten Aceh Besar memang sudah mengeluarkan perda terkait cara berpakaian. Pemda berharap instruksi bupati itu bisa mengoptimalkan penerapan syariat Islam di daerahnya.
Editor: Rony Sitanggang