HEADLINE

PSHK: Kalau Tidak Bisa Dirumuskan Jelas dan Ketat, Buat Apa Ada Pasal Makar di KUHP?

""Harus jelas dan ketat itu harus diutamakan. Jika tidak bisa dirumuskan berarti tidak perlu diatur. Saya kira selama ini pasal-pasal karet (itu ada) karena kita tidak merujuk KUHP Belanda.""

PSHK: Kalau Tidak Bisa Dirumuskan Jelas dan Ketat, Buat Apa Ada Pasal Makar di KUHP?
Rachmawati Soekarnoputri meninggalkan gedung Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jumat (2/12), usai diperiksa polisi. Rachmawati ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar, namun diperbolehkan pulang karena


KBR, Jakarta - Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mendesak DPR yang sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP dapat merumuskan jelas pasal makar di KUHP. Ini menyusul penetapan tersangka makar yang dilakukan polisi kepada 11 orang pada 2 Desember lalu.

Peneliti PSHK Miko Ginting mengatakan sorotan publik terhadap peristiwa penangkapan ini menjadi momentum bagi DPR dan pemerintah untuk memperbaiki pasal makar di KHUP yang selama ini dinilai pasal karet. Padahal, sesuai prinsip hukum, semestinya pasal pidana harus diatur secara jelas dan ketat.


"Pembentukan hukum harus memenuhi prinsip lex certa dan lex stricta. Jadi lex certa itu harus jelas dan lex stricta itu ketat. Harus jelas dan ketat itu harus diutamakan. Jika tidak bisa dirumuskan berarti tidak perlu diatur. Saya kira selama ini pasal-pasal karet (itu ada) karena kita tidak merujuk KUHP Belanda. Jadi harusnya merujuk kembali," kata Miko Ginting saat dihubungi KBR, Senin (5/12/2016).


Baca juga:


Miko Ginting mengatakan tudingan makar yang dilakukan polisi kepada para tersangka itu tidak tepat. Sebab, tindak pidana makar tidak bisa berdiri sendiri tapi diiringi adanya serangan nyata.


"Makar itu dari bahasa Belanda, anslaag yang berarti ada serangan secara nyata terhadap pemerintah. Dan serangan nyata itu bersifat kekerasan. Itu terminologi yang asli. Dan beberapa kasus itu tidak ada serangan nyatanya. Jadi penerapannya jauh dari tepat," imbuhnya.


Kepolisian Daerah Metro Jaya sebelumnya menangkap 10 orang pada 2 Desember lalu. Dari jumlah itu, delapan orang dikenai tuduhan pelanggaran pasal makar dan dua orang terkait pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka ditetapkan sebagai tersangka. Belakangan jumlahnya berubah menjadi 11 orang. Namun polisi hanya menahan tiga orang dari 11 tersangka.


Mereka yang ditahan adalah Sri Bintang Pamungkas (tuduhan makar), serta dua orang Jamran dan Rizal Kobar (dijerat UU ITE) dengan alasan takut melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.


Kuasa hukum Sri Bintang Pamungkas, Razman Arief Nasution mengatakan, saat ini kliennya sedang membahas rencana gugatan praperadilan itu dengan 10 tersangka lain. Razman menganggap penahanan kliennya tidak masuk akal.


Razman Arief Nasution mengatakan saat ini kliennya ditahan di Blok Narkoba di Polda Metro Jaya. Sri Bintang Pamungkas belum menandatangani surat penahanan ataupun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait kasusnya.


Razman mengkritik polisi yang dengan gampang menjerat kliennya dengan makar. Menurutnya, makar itu bisa terpenuhi jika, dia bersenjata, mengusai dan menghasut. Razman mengklaim, 11 orang yang jadi tersangka itu tidak memenuhi unsur makar.  


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • KUHP
  • makar
  • pasal makar
  • Sri Bintang Pamungkas
  • PSHK
  • Miko Ginting
  • tuduhan makar

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!