BERITA

Mama Aleta, Pejuang Lingkungan Tanah Mollo, Raih Penghargaan Yap Thiam Hien

"Salah 1 cara penolakannya yaitu dengan mengajak ibu-ibu menenun di lokasi yang akan ditambang."

Mama Aleta, Pejuang Lingkungan Tanah Mollo, Raih Penghargaan Yap Thiam Hien
Mama Aleta saat memperoleh penghargaan Goldman Environmental Prize 2013 (youtube: Goldman Environmental Prize)

KBR, Jakarta- Aleta Baun, perempuan pejuang lingkungan dari Nusa Tenggara Timur terpilih sebagai penerima penghargaan Yap Thiam Hien (Yap Thiam Hien Award) 2016. Anggota Dewan Juri Yosep Adi Prasetyo mengatakan, Aleta Baun atau yang akrab dipanggil Mama Aleta berhasil menginspirasi dan menggerakkan masyarakat di tanah Mollo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT untuk menolak keberadaan perusahaan tambang marmer yang merusak lingkungan.


"Mama Aleta ini kami anggap punya capaian yang luar biasa, karena dia berhasil mentransformasikan gerakan sebetulnya, dari gerakan individual, concern, kelompok yang kemudian muncul dalam bentuk wah ini ada sesuatu ini, alam lingkungan saya, rusak dst. Dan kemudian dia bisa mentransfer ini ke masyarakat sekitarnya, untuk juga terlibat di dalam gerakan untuk menolak penambangan marmer," kata Yosep Adi Prasetyo di Dewan Pers, Rabu (14/12/2016).


Yosep Adi Prasetyo menambahkan, Mama Aleta dengan cerdas menggunakan pendekatan nonkekerasan (nonviolent) untuk membangkitkan kesadaran warga terhadap kelestarian alamnya. Ia mencontohkan ketika Mama Aleta mengajak puluhan kaum ibu di tiga suku melakukan aksi protes dengan menenun di celah gunung batu yang akan ditambang. Aksi berlangsung selama setahun membuahkan hasil, dua perusahaan tambang, PT So'e Indah Marmer dan PT Karya Asta Alam angkat kaki dari bumi Mollo.


"Dia justru melakukan gerakan mengajak masyarakat untuk menenun bersama di daerah-daerah yang akan dikosongkan ini. Gerakan ini adalah gerakan yang mencampur mulai dari bentuk nonviolent action dengan gerakan yang sebetulnya melibatkan masyarakat banyak, yang khas ibu-ibu, yang dilakukan dan itu dilakukan oleh mama aleta sejak 17 tahun yang lalu secara konsisten," lanjut Yosep.


Menurut Dewan Juri, anugerah Yap Thiam Hien kepada Mama Aleta diberikan atas dasar pendekatan evaluasi rezim pemerintahan Jokowi-JK dalam ukuran akuntabilitas HAM dan penegakan hukum. Selain itu, kejahatan sektor lingkungan disorot oleh sejumlah lembaga masyarakat sipil seperti Kontras dan LBH Jakarta karena berlangsung masif di Indonesia.


Dewan Juri Yap Thiam Hien terdiri dari Makarim Wibisono (diplomat senior), Sandra Hamid (Direktur Asia Foundation), Yosep Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers), Zumrotin K Susilo (aktivis perempuan dan anak), dan Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiem Hien).


Proses seleksi dimulai sejak Mei 2016, sebanyak 22 kandidat nama muncul dari usulan masyarakat dan jaringan/komunitas. Setelah beberapa kali seleksi, muncul dua nama yang paling kuat, yakni Sukinah, perempuan pejuang Kendeng dan Mama Aleta.


"Muncul 22 nama kemudian pada waktu pertemuan maka dibikin shortlisting, jadi dari 22 nama disaring menjadi 10 nama, kemudian dari 10 nama ini, semua juri itu tadinya ingin memilih dua nama dulu yang paling populer tetapi kok semua menyatu kepada satu nama," kata anggota dewan juri Makarim Wibisono.


Malam penghargaan Yap Thiem Hien bakal digelar pada 25 Januari 2017 di Museum Nasional. 

Editor: Dimas Rizky

  • Yap Thiam Hien Award 2016
  • Yap Thiam Hien
  • mama aleta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!