BERITA

Gugatan KLHK Kalah di Pengadilan, Pengamat: Kesenjangan di Pengetahuan Lingkungan

Gugatan KLHK Kalah di Pengadilan, Pengamat: Kesenjangan di Pengetahuan Lingkungan


KBR, Jakarta- Pengetahuan hakim   dalam menangani sengketa lingkungan yang melibatkan korporasi dinilai senjang   dalam menangani sengketa lingkungan yang melibatkan korporasi di tingkat pengadilan bawah dan Mahkamah Agung (MA). Menurut   Pakar Hukum Lingkungan  Universitas Indonesia, Andri Wibisana, saat ini mulai terdapat perubahan paradigma hakim di lembaga peradilan Indonesia.

"Ya ini memang harus kita apresiasi bahwa memang ada perubahan paradigma juga di lembaga peradilan kita. Dan kualitasnya juga sebenarnya meningkat, tapi di sisi lain ada juga banyak pengadilan di tingkat bawah masih mengecewakan, bisa saja. Kalau senjang ada,  tapi mungkin persoalannya gap kesenjangannya itu dikurangi," ujar Andri Wibisana di Bakoel Koffie Jakarta, Senin (12/12/2016).


Meski begitu, kata dia, MA telah berupaya meningkatkan pengetahuan hakim tentang isu lingkungan melalui program sertifikasi. Sertifikasi tersebut bertujuan untuk menyetarakan kemampuan hakim.


Lebih jauh, dosen hukum itu juga mengkritik perkuliahan di fakultas hukum di seluruh kampus di Indonesia. Misalnya dalam membuat gugatan maupun pembuktian terkait kejahatan korporasi terhadap lingkungan.


"Buat saya persoalan itu jangan-jangan bukan di hakim. Jangan-jangan untuk kasus lingkungan persoalannya di fakultas hukum, dosen-dosen hukum," pungkasnya.


Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap sejumlah perusahaan dengan nilai miliaran bahkan triliunan rupiah. Di antaranya gugatan terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) dan PT Kalista Alam. Selain itu, terdapat PT Bumi Mekar Hijau yang masih proses kasasi.


Dalam kasus PT MPL, KLHK sempat dikalahkan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Namun, saat kasasi di MA gugatan KLHK dikabulkan dan PT MPL diwajibkan membayar ganti rugi hingga Rp16 triliun.


PT MPL terbukti merusak lingkungan hidup dalam areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) seluas 5.590 hektare. Serta kerusakan lahan seluas 1.873 hektare di luar areal izin konsesinya. PT MPL membalak hutan dari tahun 2004 hingga 2006 di wilayah hutan Pelalawan, Riau.


Sedangkan, kasus PT BMH, Pengadilan Negeri Palembang membebaskan perusahaan atas tuntutan ganti rugi Rp 7,8 triliun lantaran kasus kebakaran hutan. Majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan malah membebani KLHK untuk membayar biaya perkara Rp 10,2 juta.


Atas putusan itu KLHK mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Palembang. Lantas, pengadilan hanya mengabulkan sebagian tuntutan KLHK. PT BMH hanya dikenai hukuman satu persen dari total tuntutan yakni Rp 78 miliar. Atas putusan banding itu, KLHK mengajukan kasasi di MA.


Editor: Rony Sitanggang

  • Pakar Hukum Lingkungan
  • Universitas Indonesia
  • Andri Wibisana
  • gugatan kejahatan lingkungan
  • PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL)
  • PT Kalista Alam
  • PT Bumi Mekar Hijau(PT BMH)

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!