BERITA

Cegah Bitcoin Danai Terorisme, BNPT Ingin Gaet PPATK

Cegah Bitcoin Danai Terorisme, BNPT Ingin Gaet PPATK


KBR, Jakarta- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan menjajaki kerjasama untuk mengawasi peredaran uang virtual Bitcoin untuk pendanaan terorisme. Lembaga ini ingin menjajaki kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transasksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Pencegahan BNPT Hamidin menyatakan saat ini Bitcoin belum diregulasi di Indonesia. Padahal banyak kelompok teroris yang menggunakan uang virtual ini dalam pendanaan aksi terorisme.


Kata dia, selain bekerjasama dengan lembaga lain, pihaknya juga ingin pemerintah meregulasi Bitcoin.


"Sangat mungkin (dengan PPATK dan OJK). Kemungkinan seperti itu sangat mungkin terjadi," ungkapnya kepada KBR, Kamis (22/12/2016) siang.


"Sementara belum (dijajaki). Tetapi itu hanya buah pemikiran kita, bahwa bitcoin itu salah satu tantangan kita ke depan. Dalam sebuah diskusi terbatas kami berpikir itu menjadi tantangan," ujarnya lagi.


Hamidin menjelaskan, Bitcoin digunakan teroris karena dienkripsi dengan sangat baik. Sehingga data pemiliknya akan terlindungi dan sulit dilacak.


"Di satu sisi itu menguntungkan, karena kerahasiaan pemilik uang itu terjamin. Tetapi di sisi lain dapat digunakan untuk kejahatan," tambahnya.


Lembaga antipencucian uang internasional FATF pada 2015 telah memperingatkan akan resiko pemanfaatan Bitcoin oleh teroris global.


BNPT mencatat Bitcoin pernah digunakan dalam aksi bom di Mal Alam Sutera, Tangerang, Banten, 2015. Pelaku memeras mal  dengan minta 100 Bitcoin atau sekitar 1,1 miliar Rupiah 

Sementara itu DPR menilai  sulit  mencegah aliran dana uang virtual bitcoin yang bertujuan untuk gerakan terorisme. Kata Anggota Panja revisi UU Terorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani, meskipun  sudah memiliki UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana  Pendanaan Terorisme. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan adanya aliran dana dari luar negeri untuk membiayai aksi teror di Indonesia.

Arsul   meminta, pihak PPATK, OJK dan Bank Indonesia bisa  mendeteksi sejak dini aliran uang tersebut sehingga bisa dilakukan pelacakan.

"Bukan kebobolan, artinya tidak bisa kaya begitu dicegah duitnya tidak masuk. Yang ada adalah kalau kemudian terjadi penyalahgunaan sistem perbankan kita untuk keperluan teroris itu harusnya bisa terdeteksi," jelas Anggota Panja Revisi UU Terorisme Arsul Sani kepada KBR, Kamis (22/12/2016)

Arsul Sani menambahkan, revisi UU Terorisme yang sedang digodok di parlemen hanya akan sedikit menyinggung soal pembiayaan terorisme. Kata dia, panja yang sedang bekerja ini hanya mempersoalkan penanggulangan terorisme. Sedangkan masalah pencegahan dan pembiayaan terorisme sudah diatur dalam UU yang lain.

"Soal pembiayaan terorisme sudah ada Undang-undangnya, UU tentang pencegahan pendanaan terorisme. Itu di sana sudah, direvisi ini hanya disinggung sedikit saja, fokus kita tidak di situ," ungkapnya.

Sebelumnya Kapolri  Tito Karnavian menyebut digunakannya uang virtual bitcoin untuk kegiatan terorisme. Kata dia cyber terrorism selain melalui media sosial untuk perekrutan juga menggunakan pendanaan dilakukan melalui daring.

Bitcoin adalah mata uang digital yang pertama kali dikembangkan oleh Satoshi Nakamoto pada 2009. Di Rusia, Tiongkok, dan Singapura, Bitcoin dilarang. Sementara di Eropa, Bitcoin dibatasi penggunaannya.

 

Editor: Rony Sitanggang

  • bitcoin
  • Anggota Panja revisi UU Terorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani
  • Kapolri Tito Karnavian
  • cyber terrorism
  • Direktur Pencegahan BNPT Hamidin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!