BERITA

3 Perusahaan Ini Sumbang Deforestasi di Riau & Sumatera Utara

3 Perusahaan Ini Sumbang Deforestasi di Riau & Sumatera Utara


KBR, Jakarta - LSM lingkungan Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat sekitar 200 ribu hektar hutan alam di Riau dan Sumatera Utara, mengalami deforestasi selama tiga tahun terakhir.

Juru Kampanye FWI Mufti Fathul Barri mengatakan, proses penghilangan hutan alam itu terjadi di areal konsesi industri kertas (pulp and paper). Antara lain di tiga konsesi perusahaan yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan Toba Pulp Lestari (TPL). Masing-masing sebesar 59 persen, 26 persen dan 2 persen.


"Terlihat bahwa ada sekitar 200ribu hektar hutan alam yang hilang dari 2013-2016 itu hutan alam yang berada di dalam konsesi perkebunan kayu di provinsi Sumatera Utara dan Riau, di konsesi-konsesi penyuplai IKPP ada sekitar 120 ribu hektar hutan alam yang hilang," kata Mufti di Hotel Grand Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).


"Lalu di konsesi RAPP ada 53 ribu hektar terus di TPL ada sekitar 5ribu, sisanya di wilayah-wilayah perkebunan non-pulp, yang tidak digunakan untuk pulp and paper," lanjutnya.

Baca:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2016/ini_aplikasi_untuk_publik_awasi_hutan/79418.html">Aplikasi Untuk Awasi Hutan</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/09-2016/catatan_pelanggaran_pt_rapp/84982.html">Catatan Pelanggaran RAPP</a></b> </li></ul>
    

    Mufti Fathul Barri menambahkan, fakta ini menunjukkan perusahaan melanggar komitmen untuk tak menebah pohon di kawasan hutan alam. Ia juga mengkritik lemahnya penegakan hukum oleh pemerintah.

    "Salah satu yang cukup menjanjikan adalah terbentuknya BRG (Badan Restorasi Gambut) kemarin, tapi BRG pun masih belum memiliki wewenang yang cukup kuat terbukti dengan sidaknya BRG ke PT RAPP yang justru malah dicegat oleh pihak perusahaan, tidak boleh masuk dsb. Jadi memang potretnya, masih terjadi deforestasi," kata Mufti.


    Untuk itu, FWI merekomendasikan agar pemerintah memeriksa dan meninjau ulang izin-izin konsesi perusahaan yang diduga melanggar peraturan. Kata dia, pemerintah seharusnya menghentikan pemberian izin konsesi di wilayah hutan alam maupun wilayah lain yang berpotensi menimbulkan konflik sosial seperti dengan masyarakat adat.


    "Izin-izin perkebunan kayu yang berada di hutan alam jelas melenceng dari tujuan awal pembangunan perkebunan kayu. Selain kondisi hutan, penentuan area izin juga harus melihat keberadaan masyarakat adat dan bentang ekologi pulau," tambahnya. (ika)

    Baca:

      <li><b><span id="pastemarkerend"><a href="http://kbr.id/berita/10-2016/brg_mediasi_dua_desa_di_riau_yang_ribut_di_lahan_rapp/85749.html">Konflik di Konsesi RAPP</a> </span></b></li>
      
      <li><span id="pastemarkerend"><b><a href="http://kbr.id/berita/06-2015/cpo_fund_dikhawatirkan_percepat_laju_konversi_lahan_/72149.html">CPO FUnd Dikhawatirkan Percepat Laju Konversi Hutan</a></b> </span></li></ul>
      
  • deforestasi
  • Hutan alam
  • FWI
  • kerusakan hutan
  • penggundulan hutan
  • Forest Watch Indonesia
  • PT RAPP
  • PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP)
  • Toba Pulp Lestari (TPL)
  • Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP)

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!