BERITA

Capim KPK Ini Tak Setuju KPK Diberikan Wewenang SP3

"Tujuannya agar penyelidikan di KPK dapat dilakukan secara hati-hati, sebelum perkara tersebut naik menjadi penyidikan."

Bambang Hari

Capim KPK Ini Tak Setuju KPK Diberikan Wewenang SP3
Ilustrasi (sumber: KPK)

KBR, Jakarta - Salah satu calon pemimpin KPK, Alexander Marwata menyetujui agar KPK tidak diberikan kewenangan untuk menghentikan perkara, atau SP3. Untuk itu, ia menuntut agar penyelidikan di KPK dapat dilakukan secara hati-hati, sebelum perkara tersebut naik menjadi penyidikan.

Meski begitu, ia berpendapat SP3 bisa saja dilakukan apabila tersangka tidak bisa mengikuti proses hukum selanjutnya.

"KPK itu kan dibentuk agar penanganan perkara korupsi dapat dilakukan secara profesional. Dan menurut saya, salah satu bentuk profesionalitas itu adalah dengan tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan SP3 kan." Kata calon pemimpin KPK, Alexander Marwata saat mengikuti uji kepatutan dan kepantasan di DPR pada Senin (14/12).

Alex melanjutkan, "Jadi harus bertindak pada saat penyelidikan agar berhati-hati lagi. Setelah sebuah perkara disidangkan, maka sudah dapat dipastikan ada tersangkanya, alat buktinya cukup. Kalau ada SP3, nanti perkara-perkara yang sebenarnya tidak bisa ditindaklanjuti akan disidangkan juga."

Calon pemimpin KPK yang pernah menjadi hakim tipikor itu menambahkan, kualitas penyelidikan di lembaga antirasuah itu harus maksimal. Sehingga perkara yang ditangani oleh KPK adalah perkara yang benar-benar layak untuk ditangani.


Mulai hari ini DPR melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 calon pimpinan KPK. Pada hari pertama ini, Komisi Hukum DPR menjadwalkan menguji empat calon pimpinan. Mereka adalah Sudjanarko, Alex Marwara, Johan Budi, dan Saut Situmorang.

 

  • uji kepatutan dan kelayakan kpk
  • calon pemimpin KPK
  • Alexander Marwata
  • tidak setuju sp3

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!