NASIONAL

Natal Ketiga bagi Jemaat HKBP Filadelfia di Depan Istana

Natal Ketiga bagi Jemaat HKBP Filadelfia di Depan Istana

KBR, Jakarta – Tahun ini akan jadi kali ketiga bagi jemaat gereja HKBP Filadelfia untuk melangsungkan ibadah Natal di depan Istana Negara. “Sampai negara melaksanakan putusan pengadilan,” kata Pendeta HKBP Filadelfia, Palti Panjaitan.

Jemaat HKBP Filadelfia sebetulnya masih punya gereja mereka sendiri di Desa Jejalen Jaya, Tambun, Bekasi. Tapi sejak Februari 2012, mereka sudah melangsungkan ibadah di depan istana. Ini adalah buntut dari pembangkangan Bupati Bekasi terhadap keputusan izin pembangunan gereja yang sudah disahkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada September 2010 dan Mahkamah Agung pada Juni 2011.

Pendeta Palti berharap Presiden Joko Widodo akan menegakkan hukum sehingga jemaat bisa beribadah di gereja. Ia mengingatkan, jaminan kebebasan beragama sudah diatur Undang-undang. “Pak Jokowi harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia karena UUD sudah menjamin lewat pasal 28 dan 29.” Pendeta Palti sekaligus menantang Presiden Jokowi untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi beragama.

Selama berpuluh kali ibadah di depan Istana Negara, belum sekali pun Presiden Jokowi mendatangi para jemaat. Padahal jemaat Filadelfia, bersama-sama dengan jemaat GKI Yasmin Bogor, sudah melayangkan papan harapan dan doa dari kedua jemaat untuk bisa beribadah kembali di gereja mereka yang sah. “Dua minggu lalu kami sudah menyerahkan harapan dari umat atau jemaat untuk kebebasan beragama,” kata Pendeta Palti. Sampai saat ini, belum ada respons dari pemerintah.

 

IMB Gereja Filadelfia

Gereja HKBP Filadelfia sudah mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi sejak tahun 2007. Tapi Pemkab Bekasi tidak juga melaksankan putusan Mahkamah Agung yang keluar pada 2011 silam. Menurut Pendeta Palti, Pemkab beralasan masih ada yang menolak gereja itu berdiri. “Sebetulnya tidak ada niat dari Pemkab Bekasi. Logikanya, kalau sudah diputus berkekuatan hukum tetap, itu harus dijalankan mau berapa banyak pun yang menolak,” katanya.

Menurut Pendeta Palti, Pemkab seharusnya tidak merujuk pada pihak yang menolak, tapi melihat ke prosedur sesuai Surat Keputusan Bersama Dua Menteri yang mengatur soal pendirian rumah ibadah. “SKB mengatur syarat minimal ada a 60 tanda tangan menyetujui pembangunan gereja. Jadi mau ada sejuta orang yang menolak, tapi 60 yang setuju, itu yang sah.”

 

Kronologi Penyegelan

Pada 15 JUni 2007, HKBP Filadelfia membeli tanah untuk mendirikan gereja. Pemilik tanah setuju, begitu juga dengan ahli warisnya. Dari situ mereka membuat surat pernyataan yang disaksikan oleh sejumlah warga dan kepala desa. Setelah tanah dibeli baru dilakukan upaya mencari dukungan dari masyarakat setempat sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006. Isinya, pemohon harus dapat persetujuan jemaat yang beragama Kristen sebanyak 90 orang dan di luar pemohon (Islam, Hindu dan Budha) 60 orang.

Setelah memenuhi syarat itu, Kepala Desa Jejalen Jaya juga mengeluarkan rekomendasi persetujuan untuk mendirikan Gereja HKBP Filadelfia. HKBP Filadelfia mengajukan permohonan rekomendasi Izin Pendirian Gedung Gereja HKBP Filadelfia kepada Bupati Bekasi, Departemen Agama Kabupaten Bekasi, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kab. Bekasi dan Camat Tambun Utara.

Hingga Desember 2009, pihak Pemkab Bekasi belum memberikan jawaban. Akhirnya jemaat gereja memutuskan tetap beribadah di lokasi tanah gereja. Saat ibadah pertama di Natal 2009, jemaat HKBP Filadelfia didemo massa. Ibadah kedua pada hari Minggu 27 Desember 2009, kembali didemo. Ibadah ketiga pada hari Minggu 3 Januari 2010, mulai jam 06.00, massa telah menduduki lokasi tanah gereja serta memblokir jalan menuju lokasi. Akhirnya HKBP Filadelfia beribadah di Balai Desa Jejalen Jaya. Namun perwakilan massa juga bermaksud menghentikan ibadah tersebut.

Pemkab Bekasi akhirnya menyegel lokasi gereja pada 12 Januari 2010. Kini, kondisi gereja pun masih beratapkan seng dan beralaskan tanah.


Editor: Citra Dyah Prastuti

  • Filadelfia
  • gereja
  • intoleransi
  • bekasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!