NASIONAL

Haryono Umar : Penyidik KPK yang Sedang Menangangi Kasus Tidak Bisa Ditarik

"Bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar mengapresiasi salah satu pasal yang ada dalam revisi Peraturan Pemerintah tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia KPK. Pasal itu menyebutkan tentang keberadaan penyidik KPK yang tidak bisa dita"

Sindu Darmawan

Haryono Umar : Penyidik KPK yang Sedang Menangangi Kasus Tidak Bisa Ditarik
DPR, KPK, penyidik

Bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar mengapresiasi salah satu pasal yang ada dalam revisi Peraturan Pemerintah tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia KPK. Pasal itu menyebutkan tentang keberadaan penyidik KPK yang tidak bisa ditarik seenaknya. Haryono Umar mengatakan, pasal tersebut akan sangat membantu KPK dalam proses penyidikan ataupun penuntutan.

“Tapi ada klausul yang bagus. Yaitu bahwa, selama dia masih melakukan penyelidikan dan penuntutan selama itu belum selesai, maka dia tidak boleh ditarik.Nah, itu yang menurut saya cukup baik untuk saat ini. Jadi, KPK tidak akan terganggu. Karena kalau seumpama kasus sedang ditangani dan tiba-tiba dia ditarik dan ganti baru, itu dari awal lagi, susah lho. Iya, kan. Apalagi kasus harus dia pelajari. Tidak gampang,” kata Haryono.

Sebelumnya, KPK beserta lembaga lain seperti Polri, Kejaksaan membahas revisi PP 63 tahun 2005 yang berisi tentang SDM KPK. Revisi tersebut antara lain berisi tentang masa tugas penyidik, serta alih status.

Wakil ketua KPK Busryo Muqqodas mengatakan, revisi tersebut sudah diserahkan ke meja presiden, namun hingga kini PP tersebut belum juga ditandatangani oleh Presiden. Belakangan, KPK merasa tidak dilibatkan dalam beberapa pembahasan penetapan revisi tersebut. Salah satuya tentang masa kerja penyidik di KPK yang dua tahun lebih sedikit dibanding usul KPK, yaitu 12 tahun.

  • DPR
  • KPK
  • penyidik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!