NASIONAL

Tujuh Dugaan Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan

"Dari penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM, fakta adanya pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan tidak terbantahkan."

Heru Haetami

Tragedi Kanjuruhan
Warga dan suporter Aremania berdemo di depan Kantor Kejaksaan Negeri Malang, Jawa Timur, Senin (31/10/2022). (Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto).

KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan orang masuk dalam kategori pelanggaran HAM.

"Kesimpulannya adalah, peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan sepak bola. Selain itu juga, terjadi karena tindakan exercise force," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anamdalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan lembaganya menemukan ada tujuh pelanggaran yang terjadi dalam insiden itu.

"Dari semua peristiwa itu, ada tujuh pelanggaran hak asasi manusia. Satu, penggunaan kekuatan yang berlebihan. Bahwa penggunaan gas air mata dalam proses pengamanan pertandingan di dalam stadion merupakan bentuk kekuatan berlebihan. Dikarenakan berdasarkan Pasal 19 FIFA soal safety and security itu memang dilarang. Yang kedua, terjadi 45 kali tembakan (gas air mata). Yang berikutnya adalah terkait 135 korban meninggal dan ratusan orang luka-luka. Dan ini problem yang serius," kata Anam.

Anam menambahkan, terdapat pelanggaran hak memperoleh keadilan, hak untuk hidup dan hak atas kesehatan. Selain itu, ada juga pelanggaran HAM lain, seperti hak atas rasa aman, hak anak, serta bisnis dan hak asasi manusia.

"Memastikan bagaimana korban-korban yang potensial mengalami gangguan kesehatan secara permanen. Mekanisme itu yang belum dipikirkan. Jadi entitas bisnis yang mengabaikan hak asasi manusia. Dia lebih menonjolkan aspek-aspek bisnisnya daripada hak asasi manusia," jelasnya.

Baca juga:

Menanggapi itu, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebut, penyelidikan dan rekomendasi Komnas HAM, terkait Tragedi Kanjuruhan lebih rinci dibanding temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah.

Itu disampaikan Mahfud usai menerima laporan Komnas HAM di Kantor Kemenko Polhukam.

“Hampir sama itu tetapi Komnas HAM lebih keras, Komnas Ham lebih detail dan lebih dilengkapi lagi daripada yang kita dulu tapi substansinya hampir sama,” kata Mahfud.

Mahfud menegaskan, laporan itu akan ditampung dan menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka mengambil langkah-langkah lanjutan.

"Kalau jangka pendek itu penegakan hukum dan tindakan administratif, jangka menengahnya pernyataan organisasi, jangka panjangnya perlengkapan infrastruktur yang halus maupun yang keras. Tata aturan pengeorganisasian yang lebih bagus ditambah dengan sarana dan prasarana fisik yang jelas," ujar Mahfud.

Baca juga:

Tidak terbantahkan

Di sisi lain, Ahli Hukum dan HAM Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Negeri Medan, Majda El Muhtaj menilai, melalui penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM, fakta adanya pelanggaran HAM dalam tragedi Kanjuruhan tidak terbantahkan.

Bahkan menurut Majda, dari hasil penyelidikan itu seharusnya Komnas HAM bisa menentukan apakah pelanggaran yang terjadi masuk dalam kategori berat atau tidak. Sehingga, penyelesaian akhir bisa ditentukan dengan mekanisme yang sesuai.

“Untuk memasukkannya sebagai kategori pelanggaran HAM berat memang butuh penyelidikan dan melalui penetapan Paripurna Komnas HAM, dibentuk komisi pelanggaran HAM berat itu adalah kewenangan sepenuhnya pada Komnas HAM,” kata Majda dalam diskusi daring, Kamis (3/11/2022).

Majda menilai, temuan Komnas HAM sudah cukup jelas dan harus dijalankan oleh masing-masing aktor yang terlibat, mulai dari PSSI hingga Polri.

Dia juga mendorong Polri menyikapi temuan tersebut dengan melakukan audit HAM dalam kerja-kerja kepolisian saat menghadapi kerumunan.

“Tentu saja potensial pelanggaran HAM terjadi dan itu sudah disampaikan Komnas HAM. Sampai hari ini tidak ada evaluasi yang jernih. Kalau tadi disebut dengan bahasa maaf secara simbolik ada karena kami membaca di media ketika pimpinan Polres yang baru memimpin tanda sujud atau permohonan maaf melalui bahasa tubuh seperti itu. Tapi masyarakat sejujurnya membutuhkan evaluasi yang jauh lebih komprehensif dan harapan kita ada audit hak asasi manusia yang penting dalam konteks pasca tragedi kemanusiaan kanjuruhan ini dan ini perlu diiringi dengan pertanggungjawaban hukum ,” katanya.

Selain itu, Majda menilai adanya aksi demonstrasi menuntut Kejaksaan mengembalikan berkas yang diajukan penyidik kepolisian, merupakan bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum pasca terjadinya tragedi kemanusiaan itu.

Tragedi di stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022 merenggut 135 nyawa dan 700-an orang terluka. Mereka mengalami luka ringan hingga berat akibat terinjak, dan sesak napas saat terjebak diantara kepulan gas air mata yang ditembakan aparat kepolisian.

Dari hasil olah TKP, penyidik kepolisian menetapkan enam tersangka, yang terdiri atas panitia pelaksana pertandingan Arema FC melawan Persebaya, koordinator keamanan, dan anggota kepolisian.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • Tragedi Kanjuruhan
  • Pelanggaran HAM
  • Komnas HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!