Article Image

NASIONAL

Julitasari, Karyawan Minimarket jadi Ahli Rehabilitasi Satwa

"Julitasari jadi ahli rehabilitasi satwa khususnya monyet ekor panjang di Yayasan IAR Indonesia, merintis dari nol tak menahan langkahnya bekerja di konservasi. "

Senin 07 Nov 2022, 12.00 WIB

Julitasari sudah bekerja di Yayasan IAR Indonesia sejak 2008. (Dok: IAR)

KBR, Jakarta- Julitasari bekerja untuk International Animal Rescue (IAR) Indonesia sejak 2008 silam. Saat itu, Perempuan yang akrab dipanggil Yuli ini masih berprofesi sebagai karyawati minimarket. Tak menyangka keingintahuannya terhadap satwa primata justru membuka dunia baru. Ia mendapat tawaran bekerja di bidang rehabilitasi satwa.

“Kebetulan di sebelah [minimarket] itu kantor penyelamatan satwa, jadi sering datang ke situ, terus diajak lihat-lihat satwa, akhirnya lama kelamaan itu diajak kerja,” kenang Yuli.

Julitasari kemudian bekerja menjadi perawat hewan (animal keeper) di kantor IAR yang berada di Bogor, Jawa Barat. Tertatih-tatih ia belajar dunia baru. Berbekal buku dan poster, Yuli mendalami tentang berbagai jenis primata mulai dari monyet, kukang, beruk, dan orang utan. 

“Di dalam kelompok monyet itu misalnya ada 10 ekor saya harus hafal nih satu-satu ada nama dan ciri-ciri si monyetnya,” katanya.

Tugas pertama Yuli adalah menangani monyet ekor panjang, mulai dari memberi pakan, minuman, hingga enrichment atau pengkayaan dalam bentuk camilan ringan. Ia juga bertanggung jawab membuat kandang rehabilitasi nyaman untuk ditinggali, sehingga satwa merasa tinggal di alam.

Baca juga: Pelepasliaran Satwa, Mengantar Kukang Kembali ke Alam

Julitasari bertugas memantau dan mencatat perilaku satwa yang berada di konservasi. (Dok: IAR)

Setiap hari, Julitasari memantau perkembangan satwa, semuanya dicatat dalam perangkat lunak. Termasuk perilaku tiap satwa untuk mengetahui tingkat abnormalitasny. Ini bakal menentukan seberapa mampu si satwa bertahan ketika dilepasliarkan.

”Sebelum dilepas monyet ekor panjang dibikin kelompok dulu misalkan ada 6 ekor, dari situ kita amati perilaku sosialnya sudah bagus atau belum,” ujar Yuli

Pengamatan dilakukan selama satu jam, dua kali sehari, pagi dan sore. Profesi ini memberi tantangan dan pengalaman menarik bagi Yuli. Misalnya, ia pernah terluka karena digigit monyet.

“Padahal itu sudah pakai sepatu boots tapi masih kena gigitan sampe dijahit, 7 jahitan ada kali,” katanya sambil tertawa.

Insiden tersebut tak menyurutkan semangat Yuli merawat satwa liar. Perempuan asli Sukabumi ini paham perilaku agresif satwa biasanya akibat trauma atau stres yang dialami sebelum masuk konservasi. Kebanyakan primata itu dijual ilegal, mengalami kekerasan bahkan ditelantarkan pemiliknya. Mereka datang ke IAR dalam kondisi menyedihkan.

Baca juga: Kontribusi Berkelanjutan Selamatkan Terumbu Karang

Monyet ekor panjang direhabilitasi sebelum dilepasliarkan lagi ke alam. (Dok: IAR Indonesia)

Fakta ini makin menguatkan riset Asia for Animal Coalition 2021 yang mencatat Indonesia sebagai negara paling banyak mengunggah konten penyiksaan hewan di media sosial. Ini menggambarkan masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang kesejahteraan hewan.

“Kalau monyet ekor panjang itu kadang dilepasin di depan kantor IAR sama orang ga bertanggung jawab, kalau kukang itu sudah parah, ada yang giginya dicabutin sama pedagangnya. Ada yang datang itu cacat,” tuturnya.

Mestinya, satwa liar tidak dipelihara manusia, karena akan mengubah sifat alaminya. Itu sebab, mereka harus direhabilitasi terlebih dulu sebelum dilepasliarkan. 

Selama 14 tahun berinteraksi dengan satwa primata, Julitasari sudah menganggap mereka sebagai teman baik. Ada dua ekor beruk yang menjadi favoritnya, dua beruk itu sudah ada di konservasi sejak Yuli mulai bekerja.

“Yang satu Kumba sudah meninggal jadi sekarang tinggal Kumkum-nya sendiri, dulu suka curhat sama Kumba,” kata Yuli

Kesungguhannya merawat satwa juga membukakan kesempatan bagi Yuli terus belajar dan berkembang. Ia pun berkesempatan mengisi seminar internasional di hadapan dosen dan mahasiswa dari berbagai negara.

“Saya presentasi poster hasil penelitian di tempat rehabilitasi kami dan alhamdulillah dapat juara tiga poster terbaik, sangat bangga,” ujar Yuli.

Baca juga: Gerak Kolaboratif Cegah Rotan Manau di Jambi Punah

Beruk betina Kumkum menjadi kawan Julitasari sejak hari pertama ia datang ke IAR Indonesia. (Dok: IAR Indonesia)

Tak putus-putus Yuli mengimbau masyarakat agar tidak menangkap satwa liar yang terancam punah maupun dilindungi. Jika menemukan hewan liar masyarakat harus menghubungi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

Dedikasi dan prestasi Yuli membuat kedua orang tuanya bangga. Dukungan keluarga pun mengalir. Mereka kini ikut membantu mengedukasi tentang perlindungan satwa. 

“Orang tua nanya emang ga takut? Enggak, ya udah. Orang tua sekarang bilang ke tetangga 'anak saya kerja di penyelamatan satwa', jadi bangga,” kata Yuli.

Yuli berharap tak ada lagi perdagangan satwa liar agar mereka bisa hidup aman di alam. 

“Harapannya tempat pemeliharaan satwa ini kosong, tidak ada rehabilitasi si satwa. Jadi jangan ambil satwa dari alam,” tutupnya.

Penulis: Valda Kustarini

Editor: Ninik Yuniati