BERITA

Jokowi Tak Menyangka, Investor Ngantre Ingin Berinvestasi EBT di Indonesia

""Yang mereka semuanya ingin produknya di cap sebagai green product dengan nilai dan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk dari energi fosil.""

Energi baru terbarukan
Ilustrasi. Site plan PLTA di Sungai Kayan, Kalimantan Utara. (Foto: ANTARA/PT Kayan Hydro Energy)

KBR, Jakarta - Sejumlah investor dari beberapa industri dikabarkan berminat dalam pembangunan proyek energi baru terbarukan Green Industrial Park, di Kalimantan Utara. Meskipun proyek energi baru terbarukan memakan nilai investasi yang sangat besar.

Presiden Joko Widodo mengatakan ia tidak menduga banyak industri yang tertarik menyuntikkan dana untuk pembangunan proyek renewable energy berbasis hydropower dari Sungai Kayan tersebut.

"Industri yang akan masuk ngantre ternyata. Yang mereka semuanya ingin produknya dicap sebagai green product dengan nilai dan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk dari energi fosil. Kalau ini jalan, mungkin skenarionya akan lebih mudah. Tapi kalau ini nggak jalan, wah kalau kita mengharapkan global mau gratisan nggak mungkin mereka mau berikan nombok yang gratisan, nggak mungkin, percaya ," katanya pada Peresmian Pembukaan The 10th Indonesia Ebtke Conex 2021, Senin (22/11/2021).

Pada Desember 2021, Jokowi rencananya akan melakukan groundbreaking proyek Green Industrial Park di Kalimantan Utara.

Menurut Jokowi, saat ini Sungai Kayan di Kalimantan Utara dan Sungai Mamberamo di Papua merupakan dua sungai potensial yang diperhitungkan untuk proyek EBT. 

Menurut Jokowi, Sungai Kayan mampu menghasilkan 13 ribu Megawatt, sedangkan Sungai Mamberamo mencapai 24 ribu Megawatt.

Baca juga:

Jokowi mengatakan, Indonesia memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menjalankan renewable energy. Potensi tersebut, katanya, mencapai 418 Gigawatt yang berasal dari hydropower, geothermal, bayu, solar panel, arus bawah laut dan sebagainya. 

Apalagi, Indonesia memiliki 4.400 sungai yang dapat digunakan untuk hydropower, kendati merogoh dana investasi yang besar.

Meski terasa sulit, kata Jokowi, realisasi untuk mencapai transisi energi membutuhkan roadmap dan skenario yang tepat. Hal itu disebabkan investasi di bidang EBT memakan nilai investasi yang sangat mahal dibandingkan energi konvensional.

"Misalnya, pendanaan datang. Investasi datang. Kan harganya tetap lebih mahal dari batubara. Siapa yang membayar gap nya ini, negara? Tidak mungkin. Angkanya berapa ratus triliun. Dibebankan kepada masyarakat, tarif listriknya naik? Tidak mungkin. Ramai nanti, geger di masyarakat. Kan kenaikannya sangat kecil sekali. Wong naiknya 10-15 persen aja demonya tiga bulan. Ini naik dua kali, nggak mungkin," ujarnya.

Jokowi memerintahkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk membuat skenario yang yang tepat dan kalkulasi yang riil atas keberlangsungan proyek renewable energy ke depan. 

Dia tidak ingin terjadi gap yang sangat jauh antara investasi dan beban yang akan ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat.

Dia mencontohkan, saat investasi tersebut berjalan, maka konsekuensinya adalah terjadi kenaikan harga. Tentu kenaikan harga di sisi konsumen ini tidak mungkin dilakukan secara drastis mengingat gap penemuannya hingga dua kali lipat. 

Oleh karena itu, lanjut Jokowi, dibutuhkan skenario yang tepat untuk menjawab transisi energi ini, disamping Indonesia terus berupaya untuk mengurangi pemakaian energi fosil secara bertahap.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • Presiden Jokowi
  • EBT
  • renewable energy
  • emisi karbon
  • investasi hijau
  • energi hijau

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!