BERITA

DPR Tagih Janji Menteri LHK Keluarkan Surat Edaran Penghentian Kegiatan Tambang

""Kegiatan reboisasi yang kita lakukan menghabiskan anggaran yang begitu besar tidak ada artinya pak, dibandingkan dalam setiap hari ribuan hektar, ratusan ribu hektar hutan habis""

Kerusakan Lanskap Bukit Bulan akibat pertambangan emas ilegal di Desa Lubuk Bedorong, Sarolangun, Ja
Kerusakan Lanskap Bukit Bulan akibat pertambangan emas ilegal di Desa Lubuk Bedorong, Sarolangun, Jambi, Kamis, (18/11/21). (Foto:ANTARA/Wahdi Septiawan)

KBR, Jakarta - Komisi IV DPR RI menagih janji Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk mengeluarkan surat edaran penghentian seluruh kegiatan pertambangan areal Perhutani di berbagai wilayah.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mempertanyakan sikap Kementerian LHK terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dianggap jadi sarana pembiaran pengelolaan tanah negara untuk aktivitas penambangan dan perkebunan sawit terus-menerus.

"Dan waktu itu minta dilakukan kajian, kajiannya itu menurut saya sudah lewat karena lewat satu hari saja bisa habis sekian ribu pohon, batu, mineral. Jadi, berpacu dengan waktu. Sampai hari ini kami belum pernah mendapat, mana surat edarannya?" kata Dedy Mulyadi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Eselon I Kementerian LHK di DPR, Senin (22/11/2021).

Rapat tersebut dihadiri Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto.

Baca Juga:

Dedi berpendapat, negara tidak mendapatkan keuntungan baik berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Menurut dia, aktivitas penebangan hutan dan pengalihan kawasan hutan menjadi areal pertambangan yang dilakukan seperti itu justru tidak sebanding dengan reboisasi yang dijalankan.

"Nah, apakah kita akan terus membiarkan? Menurut saya jelasin deh kalau Kementerian LHK ketidakberanian bapak itu di mana, hambatannya di mana. Kalau ngomong misalnya ada bekingnya, sebutin aja nama bekingnya siapa. Agar negeri ini baik. Pada akhirnya, kegiatan reboisasi yang kita lakukan menghabiskan anggaran yang begitu besar tidak ada artinya pak, dibandingkan dalam setiap hari ribuan hektar, ratusan ribu hektar hutan habis. Nggak ada artinya kita menanam. Belum tentu jadi. Yang ditebang kayunya besar-besar dilakukan setiap hari," ujarnya.

Dedi juga keberatan dengan kajian tentang besaran formula perhitungan PNBP dalam surat yang diterbitkan Direktorat Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah pengelolaan Hutan. Nilai PNBP dari pelaku usaha atau pemegang izin untuk kompensasi lahan hutan diusulkan sebesar Rp11,5 juta hingga Rp15,5 juta per hektar.

Dedi menilai, angka tersebut tergolong kecil dibandingkan hasil yang telah diraup oleh pelaku usaha selama puluhan tahun dari kegiatan pengelolaan lahan, baik dalam bentuk pengelolaan sawit dan pertambangan. Ia mengusulkan, Kementerian LHK setidaknya memberikan besaran dengan batas minimal Rp20 juta.

"Kita menginginkan angkanya minimal Rp20 juta. Itu pun kecil, karena sudah menikmati waktu begitu panjang, sumber daya dikuras, hutannya habis. Kenapa sih pengusaha itu selalu dikasih keringanan-keringanan saja sehingga kekayaannya mereka juga melimpah ruah luar biasa. Kalau sudah melimpah ruah, bapak juga diatur mereka pada ujungnya karena mereka punya kekuatan di berbagai sektor," tambahnya.

Editor: Agus Luqman

  • DPR
  • Menteri Siti Nurbaya
  • Pertambangan
  • Komisi IV

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!