BERITA

Antisipasi Kasus Naik saat Libur Nataru, Ini Saran Epidemiolog

""Kriteria orang yang perginya juga dari sisi usia jangan lansia, tidak punya komorbid. Jadi bukan cuman masalah sudah divaksin dan test negatif,""

Astri Septiani

Antisipasi Kasus Naik saat Libur Nataru, Ini Saran Epidemiolog
Ilustrasi: Razia protokol kesehatan

KBR, Jakarta-  Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman meminta peminta pemerintah mengantisipasi kenaikan mobilitas dan kasus Covid-19 di tanah air saat libur Natal dan Tahun baru. Ia menyebut ada tiga hal mendasar yang ia ibaratkan sebagai kombinasi maut, pemicu gelombang baru pandemi Covid-19. Yakni pelonggaran mobilitas, pergerakan manusia yang belum memiliki imunitas atau kekebalan tubuh karena belum divaksin, dan juga ancaman varian baru Covid-19 ya. 

Maka, kata dia pemerintah mesti fokus kepada tiga  masalah tersebut untuk membuat kebijakan antisipasi kenaikan kasus saat Nataru. Sebab kata dia meski libur Nataru sudah ditiadakan, namun pemerintah harus punya manajemen risiko dan opsi solutif bagi publik. Alasannya, kemungkinan banyak masyarakat yang akan berlibur di akhir tahun.

"Misalnya upaya pembatasan aktifitas pergerakan. Disarankan misalnya orang yang beraktifitas sudah divaksinasi penuh, status tes negatif dengan rapid tes antigen kemudian sangat disarankan didorong aktifitas lebih di kota rayanya. Kalaupun keluar kota ya betul-betul memenuhi syarat. Kriteria orang yang perginya juga dari sisi usia jangan lansia, tidak punya komorbid. Jadi bukan cuman masalah sudah divaksin dan test negatif," kata dia kepada KBR (16/11/21).

Dicky meminta, di lokasi destinasi wisata, pemerintah harus mempersiapkan protokol kesehatan, pengelola, dan sarana prasarana. Ia menyarankan destinasi wisata yang dibuka hanya yang wilayahnya sudah mencapai cakupan vaksinasi di atas 70 persen dari total populasi. 

Baca juga:

Upaya mitigasi lainnya yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah di masing-masing wilayah adalah dengan memberikan literasi. Yakni mengingatkan masyarakat bahwa bahwa pandemi belum berakhir sehingga jangan abai aakan protokol kesehatan. Ia meminta pemerintah menjadikan kenaikan kasus di Eropa dan Singapura menjadi pelajaran bagi Indonesia. Ia mendorong penguatan 3T, 5M dan percepatan vaksinasi serta PPKM berlevel terus dilaksanakan.

"Apa yang terjadi di Eropa mengalami gelombang makin serius dunia gelombang 3 menunjukkan kita tinggal nunggu giliran sebetulnya itu tapi kalau terjadi jangan sampai tinggi. Singapura terlalu cepat pelonggaran lalu meledak. Inggris terlalu longgar maka meledak. Kita sudah mulai menikmati pelonggaran kan, maka perbaikan itu jangan sampai abai," pungkasnya.

Aturan Nataru

Pemerintah mulai mempersiapkan rincian kebijakan pengendalian Covid-19 untuk menghadapi Natal dan Tahun Baru 2022. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, kebijakan ini akan disesuaikan dengan penegakkan protokol kesehatan namun tetap mendukung kegiatan dan aktivitas masyarakat.

"Saat ini pemerintah sedang membahas rincian kebijakan pengendalian covid-19 selama periode Nataru. Pada prinsipnya pemerintah akan tetap mendukung kegiatan masyarakat asalkan dilakukan secara terkendali. Untuk itu akan ada penyesuaian pengaturan aktivitas masyarakat serta mobilitas yang diatur menyesuaikan data kasus dan kondisi riil di lapangan," kata Wiku pada keterangan pers, Selasa (16/11/2021).

Wiku menambahkan, selama satu pekan terakhir tingkat kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan di kabupaten/kota secara nasional tercatat sudah cukup tinggi. Namun masih ada sekitar 20 persen kabupaten/kota yang melaporkan tingkat kepatuhan memakai masker dan jaga jarak di bawah 75 persen.  

Editor: Rony Sitanggang

  • PPKM
  • Covid-19
  • PPKM level 1
  • natal
  • Libur Nataru
  • Aturan Libur Nataru
  • PPKM Luar Jawa-Bali
  • tahun baru
  • libur panjang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!