BERITA

Anak Muda Penjaga Gambut

"Semakin banyak anak muda yang ‘merebut’ panggung dan menyuarakan perbaikan dunia."

Pelatihan pemadaman kebakaran hutan
Pelatihan pemadaman kebakaran hutan (foto: Antara)

Semakin banyak anak muda yang ‘merebut’ panggung dan menyuarakan perbaikan dunia. Greta Thunberg, Malala Yousafzai atau Joshua Wang adalah sedikit dari mereka yang menyuarakan protes akan kebijakan yang ada. Greta, misalnya, di Konferensi Perubahan Iklim PBB menyebut para pemimpin dan orang dewasa telah merusak masa kecil yang harusnya ia nikmati, lantaran terlalu sibuk memikirkan sektor ekonomi. Di Indonesia, gambut kita punya Sumarni Laman dan Wine Lenaria Sihotang, menjaga ekosistem hutan di Kalimantan dengan berbagai gerakan. Inilah Podcast Gambut Bakisah.

Aika: Halo, kita bertemu lagi di Podcast Gambut Bakisah, sebuah podcast yang mengajak kita belajar, kenal dan lebih akrab lagi dengan gambut. Kerjasama KBR dengan Kemitraan. Saya AikaRenata.

Asrul: Dan saya Asrul Dwi.

Aika: Aku pertama dengar pidato Greta Thunberg ini merinding sekaligus takjub. Maksudnya, anak semuda itu, punya pemikiran yang luar biasa maju soal lingkungan, dibandingkan orang-orang dewasa ya Srul.

Asrul:Mungkin karena orang dewasa memandang sesuatu secara lebih rumit daripada anak-anak. Greta menyuarakan kekhawatirannya, juga kekhawatiran banyak anaklain di seluruh dunia tentang bahaya perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.

Aika: Greta adalah ikon anak muda dari luar negeri di isu lingkungan. Dalam negeri, ada nggak sih anak muda yang bersuara keras soal perubahan iklim dan kelestarian ekosistem hutan utamanya gambut?

Asrul:Ada banyak lho! Dan kita akan berkenalan dengan dua dari mereka di Podcast Gambut Bakisah episode kal ini. Mereka adalah Sumarni Laman, Volunter di Youth Act, suatu gerakan anak muda di bidang lingkungan dan leader dari Program Heartland Project. Ada juga Wine Lenaria Sihotang yang aktif di Satgas Pemadam Kebakaran Hutan dan Lahan.

Sumarni:

Perkenalkan sayaSumarni Laman dari Palangkaraya. Sekarang saya volunteer di Youth Act, itu gerakan anak muda yang memilih untuk tidak diam ketika terjadi masalah lingkungan dan sosial di komunitasnya, khususnya di Kalimantan. Jadi Youth Act itu gerakan yang di bawah Yayasan Ranu Welum. Kalau kesibukan sehari-hari, saya sedang mengejar magister di bidang ilmu lingkungan.

Aika: Wah senang mendengar ada anak muda yang peduli ke hutan dan lahan gambut ya. Tapi, Youth Act itu kegiatannya apa saja?

Sumarni:

Jadi Youth Act itu gerakannya banyak. Karena kita spesial di Kalimantan kan lahan gambut gitu, dan lahan gambut Kalimantan banyak sekali isu yang terjadi, khususnya deforestation dan juga kerusakan lingkungannya karena ada mismanagement dari sumber daya alamnya. Jadi selama 22 tahun dari 1997 itu terjadi kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Oleh karena itu kita bergerak. Anak muda itu adalah orang yang harusnya berada di depan, garis depan untuk menjaga hutan kami, untuk menjaga rumah kami Kalimantan.

Sumarni:

Jadi kami bergerak bertahun-tahun gimana kita raise awareness itu, menyadarkan masyarakat tentang betapa pentingnya kita untuk menjaga hutan. Nah kami juga melakukan banyak gerakan nyata seperti tahun lalu, seperti contohnya tahun 2019 kan adalah salah satu tahun kebakaran hutan terhebat di Kalimantan dan Indonesia gitu.

Sumarni:

Jadi kami berada bersama dengan para pemadam api di garis depan untuk memadamkan api sejak bulan Agustus. Jadi kebakar itu kan terjadi dari bulan Juni kalau di Kalimantan itu sampai Desember, akhir November lah. Kami madamin api dari bulan Agustus. Karena jujur saja gitu, anak muda di Youth Act itu adalah orang-orang baru yang awam yang tidak tahu bagaimana cara madamin api. Jadi untuk sebelum kami terjun itu, kami ikut pelatihan dulu gitu dengan dinas di LHK di Banjarbaru gitu ya, yang memberikan kami kesempatan untuk belajar. Kemudian kan bukan cuma bercerita tentang madamin api, karena kebakaran itu kompleks.

Asrul: Keren yah, ada anak muda memilih memadamkan api

Aika: Hmmm... Jadi penasaran apa sebenarnya yang mendorong mereka mau repot ngurusin api dan hutan ya kan? Padahal banyak anak muda zaman sekarang yang kayaknya lebih tertarik jadi selebgram atau youtuber.

Asrul:Sumarni ini kan asalnya dari Palangkaraya. Kalau yang saya liat saat berkunjung ke Kalimantan, banyak anak muda yang punya ikatan emosional yang kuat dengan hutan.

Sumarni:

Karena saya lahir dan besar di Kalimantan dan saya juga adalah indigenous people atau masyarakat adat Dayak yang memang asli dari Kalimantan. Dan sebagai orang yang punya ikatan emosi itu jadi merasa bahwa 'oh saya juga punya peran dong untuk memelihara hutan saya.

Sumarni:

Hutan itu kalau menurut masyarakat adat bukan cuma tempat untuk memperoleh sumber daya alam, tapi itu punya banyak makna di situ, khususnya untuk masyarakat adat Dayak. Karena di sana juga kami melakukan beberapa ritual.

Sumarni:

Kemudian itu juga tempat sakral itu untuk masyarakat. Kita harus jaga dan pelihara gitu. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa air itu adalah darah, dan tanah itu adalah tubuh kita. Jadi hutan itu adalah sesuatu yang harus kita jaga dan pelihara.

Sumarni:

Dan juga kalau misalnya sewaktu saya kecil itu banyak sekali hutan di Kalimantan, pohon-pohon besar. Terus ketika saya ke desa itu, orangutan itu bisa bebas untuk lewat, jadi bisa mudah gitu menemukannya. Tapi kalau sekarang, kita harus pergi ke daerah konservasi dulu baru bisa melihat orang utan.

Sumarni:

Jadi itu menurut saya, wah kalau saya cukup beruntung untuk bisa mendapatkan pengalaman itu gitu kan. Untuk melihat hewan-hewan unik endemik yang sekarang itu bahkan hanya ada hanya berada di buku. Jadi bagaimana nanti anak-anak saya ketika besar nanti, atau saudara-saudara. Apakah mereka juga punya kesempatan untuk melihat itu? Jadi itu yang salah satu dorongan untuk saya juga ikut ambil bagian dalam gerak-gerakan peduli lingkungan, khususnya menjaga hutan

Asrul: Sumarni yang ada di Palangkaraya, punya akses yang lebih besar untuk membawa perubahan, termasuk juga jadi korban sebetulnya. Nah tapi buat yang jauh dari pusat kebakaran hutan, mungkin jadi terasa kurang peduli atau kurang sadar akan pentingnya kelestarian hutan dan lahan gambut. Kita yang di Jakarta, misalnya, tidak bisa melihat langsung hutan kalimantan itu seperti apa.

Sumarni:

Kalau kita bicara tentang hutan, hutan itu memang lokasinya misalnya hutan Kalimantan, itu berarti bukan bukan hanya milik orang Kalimantan gitu. Ketika kita melihat fungsi dari hutan itu yang untuk memberikan udara bersih, itu bukan hanya dirasakan orang Kalimantan. Jakarta juga bisa merasakan itu kan karena fungsi dari hutan untuk sendiri untuk menyerap emisi karbon karbon dioksida.

Jadi kita ketika kita bicara melindungi hutan, itu berarti bukan hanya tugas dari anak muda yang ada di Kalimantan atau orang di Kalimantan, tapi seluruh warga Indonesia bahkan dunia. Jadi hal yang sangat penting ketika kita berbicara tentang menjaga hutan, kita harus tahu bahwa setiap hal yang kita lakukan itu tuh berkontribusi terhadap memiliki efek terhadap kelestarian hutan. Contohnya apa yang kita beli, apa yang kita konsumsi, itu juga berpengaruh ke Kalimantan.

Contohnya kenapa begitu besar deforestasi terjadi di Kalimantan? Kalau kita lihat alurnya itu kan karena permintaan pasar terhadap suatu komoditas tertentu sangat besar gitu, Dan perusahaan-perusahaan yang menyediakan komoditas itu tidak peduli terhadap lingkungan. Tapi ketika orang-orang peduli, ketika kamu melakukan membuat suatu produk tertentu tetapi tidak sustainable, tidak peduli lingkungan gitu, dan kita mendorong agar perusahaan itu bisa-bisa lebih peduli terhadap itu. Bukan hanya tentang hutannya tapi juga tentang masyarakat sekitar yang ada di situ, Itu kan akan memiliki dampak yang besar. Jadi kesadaran kita terhadap hal kecil yang kita lakukan, apapun yang kita beli gitu, atau apapun yang kita lakukan, bisa berdampak terhadap hutan. Itu suatu hal yang harus kita sadari dari sekarang.

Aika: Wah jadi apa yang kita konsumsi, kita beli juga ternyata pengaruh ya.. Jadi ingat di episode sebelumnya di Gambut Bakisah ini,Asrul sempat singgung juga tentang beberapa produk yang nyatanya dibuat dengan mengorbankan hutan-hutan kita.

Asrul: Betul. Kita juga tahu bahwa masalah terbesar dari hutan di Indonesia selain deforestasi adalah kebakaran hutan.

Aika: Ngomong-ngomong soal kebakaran hutan, aku pernah dengar bahwa itu memang kebiasaan masyarakat adat membakar hutan. Jadi yang benar sebenarnya bagaimana?

Asrul: Memang ada kebiasaan itu, tapi ada yang perlu diluruskan juga...

Sumarni:

Jadi masyarakat Dayak itu sebenarnya punya tradisi pembukaan lahan dengan cara dibakar. Itu saya bisa katakan benar, sejujurnya itu benar. Bahkan ada undang-undang bolehkan masyarakat adat itu untuk membakar lahan dibawah 2 hektar. Tapi pembakaran itu bukan pembakaran yang luas. Ketika masyarakat Dayak membakar lahan, dia menjaganya agar apinya tidak menyebar. Dan juga kalau secara prinsip ekologinya, bahkan masayarakat adat di negara lain, seperti Aborigin di Australia, kemudian di Amazon, mereka juga melakukan konsep yang sama pembakaran.

Memang orang berpikir secara awam berpikir itu merusak. Tetapi secara konsep ekologinya, dia itu sebenarnya bisa meregenerasi lagi hutannya. Karena prinsip berladangnya orang Dayak itu adalah berladang berputar, rotasi. Jadi ketika dia pakai lahan ini untuk tahun ini, tahun depan ini nggak pakai lagi. Dia akan udah tunggu. Jadi pembakaran itu juga sebenernya untuk meregenerasi. Dan pembakaran tidak luas gitu.

Tapi kita lihat sekarang itu kan banyak investor yang menggunakan cara yang mudah. Membakar itu kan cara yang mudah. Kita tidak harus menggunakan alat berat dan segala macam. Mereka membakar dengan lahan yang sangat luas. Dibandingkan dengan masyarakat yang hanya membakar dibawah 1 hektar bahkan beberapa ratus meter kuadrat gitu.

Pembakaran yang terjadi dengan konsep yang sama, tapi dengan cara yang berbeda dan luasan yang sangat besar. Itu yang menyebabkan terjadinya kebakaran. Jadi itu yang sebenarnya Youth Act itu ingin suarakan ke orang-orang luar bahwa benar masyarakat adat itu melakukan metode pembakaran untuk pembukaan lahan. Tapi tidak seluas dan tidak semasif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang ada di Kalimantan. Sayangnya masyarakat adat lah yang selalu dikambinghitamkan ketika terjadi pemadaman itu.

Aika: Ah.. jadi begitu. Tapi bicara soal kebakaran hutan dan lahan, dampaknya pasti ke asap kan ya? Kita saja yang hidup di Jakarta dan kena polusi sering sekali merasa sesak. Bagaimana dengan orang-orang yang menghirup langsung asap kebakaran hutan itu ya?

Asrul: Rasanya ya.... Kita ambil contoh tingkat pencemaran udara di Palangkaraya saat kebakaran 2019 lalu, berada jauh di atas ambang batas normal. Pencemarannya mencapai 1500 pm. Analoginya begini: seperti satu perokok pasif yang harus menghirup asap 70 batang rokok di sebuah ruangan sendirian.

Aika: Heh? Jadi ibarat kita dicekoki asap dari 70 batang rokok?

Asrul: Iyaps. Karena satu batang rokok itu terhitung 20 pm. Lalu kalau tingkat pencemaran mencapai angka 1500-an artinya sekitar 70 batang asap rokok. Ini gambaran sederhana untuk kita yang tinggal jauh dari asap kebakaran hutan. Bisa bayangkan kan?

Coba Anda bayangkan di Berada di posisi kami menghirup asap itu selama 6 bulan lebih dari bulan Juni. Lalu melihat bagaimana respon orang di luar Kalimantan yang menganggap itu hal biasa, melihat bagaimana komentar mereka di media sosial, itu lebih menyesakkan lagi.

Setelah ini, Podcast Gambut Bakisah akan kembali dengan cerita anak muda penjaga gambut. Aksinya adalah memadamkan kebakaran hutan dan lahan secara langsung.

Aika: Kami kembali! Kamu masih mendengarkan podcast Gambut Bakisah, kerjasama Kemitraan dengan KBR.

Tadi di awal sempat disinggung juga kalau ada satgas pemadam kebakaran hutan dan lahan yang dimotori anak muda. Siapa mereka?

Asrul:Mereka adalah mahasiswa dari Universitas Palangkaraya yang tergabung dalam Mapala Sylva. Jadi mereka saat pagi hari kuliah dan setelahnya bertugas memadamkan api di lahan-lahan gambut di Palangkaraya. Salah satunya adalah Wine Lenaria Sihotang. Ia bersama sejumlah kawannya, setiap hari selama kebakaran tahun lalu berjibaku memadamkan api.

Wina:

Perkenalkan saya Wina, saya mahasiswa di Universitas Palangkaraya jurusan kehutanan dan saya tergabung dalam organisasi mahasiswa pecinta alam di kampus Universitas Palangkaraya. Pada kebakaran pada tahun 2019 Kemarin kami juga tergabung dalam satuan tugas pemadam kebakaran di Universitas Palangkaraya.

Aika: Apakah mereka gak lelah ya? Udah kuliah, sambil memadamkan api kebakaran hutan dan lahan pula.

Wina:

Ya capek sampai pucat. Bahkan beberapa kawan ada yang bilang ngapain sih. Ada juga yang bilang kita melakukan kegiatan pemadaman hanya untuk jadi stori di instagram. Padahal enggak. Tapi ya sudah, hanya kita yang tahu manfaatnya untuk kita dan Alam. Toh mereka nggak sadar bahwa yang kami lakukan juga untuk menyelamatkan mereka.

Asli 3 bulan kami tiap hari di situ. Siang ngampus malam padamkan api. Sementara orang-orang nongkrong-nongkrong. Kadang ada yang tanya kok kamu mau kayak gini? ya gimana kalau nggak kita lagi siapa lagi gitu loh kalau kita ikut ke mereka juga nongkrong-nongkrong terus siapa lagi yang bakal turun mau merawat menjaga hutan?

Manfaat yang didapat juga banyak. Yang pertama yaitu meningkatkan kesadaran kita Pentingnya menjaga hutan itu pentingnya hal kecil apapun yang kita lakukan itu bermanfaat untuk hutan bermanfaat untuk hutan saat ikut melakukan pemadaman kebakaran kita juga secara tidak langsung ikut menyelamatkan jiwa masyarakat untuk mendapatkan udara segar

Aika: Tapi kembali lagi soal lahan gambut, jadi penasaran bagaimana respon anak muda pada rencana pemerintah yang akan mengubah lahan gambut jadi areal sawah. Bagaimana pandangan mereka?

Asrul: Seperti mayoritas masyarakat adat, anak muda yang tinggal dan melihat langsung bagaimana hutan mereka musnah pasti menolak ide ini. Termasuk Sumarni Laman.

Sumarni:

saya kurang setuju tentang itu. Karena ada banyak faktor di situ ya, seperti yang tadi disampaikan, bahwa kita berkaca dari kegagalan Mega Rice Project tahun 1997 yang menyebabkan kebakaran luar biasa gitu, sampai terjadi bertahun-tahun itu di Kalimantan.

Bukan hanya masalah ekologinya, kerusakan ekologinya. Tapi juga tampak masyarakatnya. Karena terjadi jealous, jealousy. Karena kan orang-orang yang didatangkan sebagai pekerja di situ orang dari luar Kalimantan gitu. Itu dan untuk anak-anak muda sendiri kalau kita melihat rate atau tingkat orang-orang yang memilii pekerjaan, yang tidak memiliki pekerjaan di Kalimantan untuk anak muda itu sangat banyak gitu. Kalau misalnya bisa diberdayakan untuk itu, project itu, lebih ke membawa wawasan lokal ke dalam proyek itu, dan juga mengajak orang lokal untuk 'ayo kita.. gimana sih untuk project-project ini itu bisa berhasil? Tanpa mendengar masukan dari luar.'

Kegagalan project-project tahun era Soeharto itu kan karena dia menggunakan masukan-masukan dari luar Kalimantan untuk mengerjakannya. Padahal kan lahan gambut utu sangat unik itu kan. Dia ekosistem yang sangat unik, lahan basah yang memang harus dijaga tingkat airnya. etika dia di kering dikeringkan dibuat irigasi, itu kan menjadi sangat mudah kering dan mudah terbakar ya sangat rentan terhadap api itu. Karena memang bahan dasarnya adalah bahan-bahan organik, pelapukan dedaunan atau pepohonan begitu.

Dan salah satu kegagalan proyek itu adalah memang karena Pertama tidak memikirkan dampak ekologisnya terhadap gambut, ketika dibuka lahan gambut itu sendiri. Kemudian tidak diperhitungkan atau tidak diikutsertakannya masyarakat lokal dalam proyek itu. Dan juga menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. Dan bahkan dampak ekonomi terhadap masyarakat.

Karena seperti yang saya jelaskan di awal. Hutan itu bukan hanya tentang sumber daya alam gitu. Masyarakat adat, Dayak itu, tentu adalah rumah yang harus dijaga dan dipelihara. Dan itu punya ikatan emosi dengan masyarakat, dan juga adalah tempat yang sakral juga untuk beberapa masyarakat adat. Dan itu tidak diperhitungkan dalam proyek itu.

Jadi kalau ini dilakukan lagi dengan kesalahan, dengan konsep yang sama, itu pasti akan menyebabkan kegagalan yang sama lagi dan mungkin bisa berdampak lebih besar lagi gitu.

Aika:Ada banyak yang harus dibenahi dari pengelolaan gambut di tanah air. Dan ada anak muda di pergerakan ini tuh sedikit banyak membuat saya merasa… tenang. Mereka sadar kalau ada hal yang perlu dibenahi dari negara ini, lalu betulan beraksi. Mulai dari regulasi yang tak berpihak pada masyarakat adat hingga perampasan lahan dan kriminalisasi.

Asrul:Gerakan Youth Act yang dimotori oleh Yayasan Ranu Welum ini juga memberikan pengetahuan tentang advokasi pada anak-anak muda. Mereka saat ini berani berada di garda terdepan untuk menolak kriminalisasi pada peladang yang belakangan banyak ditangkap karena dianggap melanggar aturan membakar lahan. Padahal seperti disinggung diawal tadi, bagi masyarakat adat utamanya Dayak, membakar lahan itu tradisi dan tentu dengan luasan yang sangat sedikit.

Sumarni:

Jadi begini ketika case-nya di Barito. Jadi ada masyarakat adat yang tersiksa, terdiskriminasi karena adanya perusahaan besar di sana. Mereka diambil hutan adatnya untuk dijadikan lahan tambang di sana. Dan udah banyak itu berjuang selama puluhan tahun untuk melindungi ini, tapi ternyata tidak bisa. Dan memang sepertinya peraturan perundang-undangan itu hanya dibuat kesannya yang penting ada gitu. Tapi ketika jalur pembuatan pembuatan undang-undang harus melibatkan masyarakat kan sebenarnya. Masyarakat juga harus bersuara disitu menyampaikan opininya tentang peraturan perundang-undangan. Karena ini hakikatnya untuk melindungi masyarakat gitu kan.

Tapi ternyata itu hanya formalitas saja. Ketika masyarakat diundang, oke gitu didengarkan. Tetapi ketika dibuat undang-undangnya ternyata itu tidak berpihak kepada masyarakat. Dan bahkan banyak juga kasus dimana undang-undang tanpa melibatkan masyarakat sama sekali gitu. Dan juga seperti perundang-undangan pembakaran hutan lahan itu, itu sudah ada undang-undangnya peraturan bahwa masyarakat adat itu boleh membakar dibawah 2 hektar. Tapi ternyata.. Sudah ada undang-undang kekuatan hukum yang melindungi masyarakat adat kan, ternyata tidak. Ternyata apa kenyataannya banyak masyarakat yang tetap dikriminalisasi terhadap hal ini.

Itu yang memang dari Youth Act sendiri, dari Ranu Welum itu berjuang untuk bagaimana caranya masyarakat bisa bejruang untuk mendapatkan perlindungan hukum itu. Dan seperti kasus, saya mau ngangkat tentang undang-undang tentang masyarakat. Itu kan sampai sekarang masih belum di itu kan masih belum disahkan kan. Padahal kan itu salah satu janji presiden Joko Widodo sejak pertama kali dia mencalonkan diri kan dia mengatakan bahwa akan melakukan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat itu. Dan ternyata sampai sekarang masih belum disahkan RUU nya. Itu satu hal yang disayangkan.

Aika: Tadi di awal asrul juga menyinggung soal Heartland Project. Apalagi itu? Waduh anak muda zaman sekarang banyak juga ya kegiatannya.

Asrul: Seperti namanya Heartland Project adalah proyek yang dikerjakan dari hati oleh anak-anak muda untuk menyelamatkan hutan. Ini masih digerakkan oleh Sumarni Laman juga nih.

Sumarni:

The Heartland Project, sesuatu yang dari hati. Jadi itu adalah gerakan anak-anak muda, kita mengkoordinasi bahkan seluruh Indonesia untuk bisa menanam pohon. Nah berbeda dengan proyek-proyek lain di mana pohonnya kita sediakan yang pemilik penyelenggaraannya menyediakan pohon, kita tinggal tanam gitu. Kalau ini lebih kepada gerakan yang didasarkan dari kesadaran untuk melakukan sesuatu untuk menjaga hutan. Jadi anak-anak muda itu mereka siapkan sendiri bibit pohon yang akan ditanam. Kemudian mereka tanam di rumahnya atau di sekolah atau di kampungnya gitu. Jadi gerakan yang mereka sadari karena mereka peduli.

Jadi ada 7 ribu dari tahun 2019 itu, kita ada dua gerakan. Ada 3500 anak muda yang ikut dari 49 komunitas dan hampir 8000 pohon yang ditanam. Kalau di Palangkaraya sendiri Kita ajak gitu ke lokasi kebakaran hutan tahun 2019 dan 2015 tanam di situ jadi kita bawa pohonnya masakan sendiri gitu.

Apa dampak kebakaran hutan naik ke bawah pohon nya harus jalan kaki kerutan dan 6 di sana itu agar bisa menyadarkan masyarakat kita anak-anak kebakaran itu berdampak besar bukan hanya pada saat kebakaran terjadi

Kalau di tempat lain Kalimantan Barat masyarakat adat nya juga menanam pohon di bekas lahan tambang itu kemudian di Barito gitu juga mereka masa anaknya menamam di bekas lahan tambang. Heartland projek itu juga itu bukan hanya tentang menanam pohon nya tapi juga merawat pohon nya dan juga bercerita tentang Kenapa kamu ikut menanam pohon untuk Raise awareness Terhadap isu yang terjadi di lingkungan melalui gerakan sosial media dan setelah tanam kita posting di sosial media untuk agar bisa apa sih namanya melemparkan dampaknya ini kemasyarakat.

Aika: Luar biasa sekali apa yang dilakukan anak muda ini ya srul. Kurasa mereka harus lebih banyak diberi tempat untuk bersuara. Agar semakin banyak orang tahu tentang pentingnya kelestarian hutan yang juga berdampak pada kehidupan kita. Mengutip kata Greta Thunberg di awal podcast ini, harusnya anak-anak tak turun kejalan untuk melakukan pekerjaan orang dewasa.

Asrul: Iya semoga dengan ini, banyak orang dewasa yang tergerak untuk melakukan tugasnya ya...

Podcast Gambut Bakisah akan balik lagi dengan episode lain yang membuat kita lebih paham soal pentingnya gambut. Masukan atau saran, ditunggu ya. Silakan email ke [email protected] Sampai ketemu lagi!

  • gambut bakisah
  • anak muda

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!