HEADLINE

Survei Integritas KPK, Pemprov Papua dan Polri Terendah

""Dua dari sepuluh pegawai menyaksikan pelapor praktik korupsi di unit kerja dikucilkan, diberi sanksi atau karirnya dihambat dalam 12 bulan terakhir," "

Survei Integritas KPK, Pemprov Papua dan Polri Terendah
Pekerja membersihkan gedung KPK di Jakarta, Rabu (21/11/2018). (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan KPK menyampaikan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2017, Rabu (21/11). Hasilnya, dari 30 Pemerintah Daerah yang berpartisipasi, Pemerintah Kota Banda Aceh memperoleh indeks integritas tertinggi. Sementara Pemerintah Provinsi Papua mendapat skor terendah.

Direktur Litbang KPK, Wawan Wardiana menjelaskan, tujuan dari Survei Penilaian Integritas ini adalah untuk meningkatkan kesadaran risiko korupsi dan perbaikan sistem antikorupsi. Ia melanjutkan, hasil dari Survei Penilaian Integritas nantinya akan menjadi dasar kebijakan antikorupsi di Indonesia.


"Yang paling tinggi tahun 2017 ini dicapai oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, nilainya 77.39, berikutnya ada Kabupaten Badung 77.15, kemudian Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Dirjen Bea Cukai 76.54," ujar Wawan di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Rabu (21/11/2018).


Wawan menjelaskan, terdapat empat  hal yang menjadi indikator penilaian Survei Penilaian Integritas, yaitu Budaya Organisasi, Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Pengelolaan Anggaran, dan Sistem antikorupsi yang telah dilaksanakan juga oleh tiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah daerah, seperti Wishtleblowers System, Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dan yang lainnya.


Survei Penilaian Integritas ini dinilai dari tiga (3) aspek, yaitu dari pegawai Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah itu sendiri, pengguna layanan, serta narasumber ahli.


Berdasarkan pengakuan responden dalam Survei Penilaian Integritas, kata Wawan, ditemukan berbagai macam permasalahan integritas di semua lembaga peserta. Permasalahan tersebut seperti masih adanya calo, nepotisme, gratifikasi, suap promosi, dan buruknya sistem antikorupsi.


"Dua dari sepuluh pengguna layanan cenderung tidak percaya bahwa pegawai yang melakukan korupsi akan mendapatkan hukuman. Dan dua dari sepuluh pegawai menyaksikan pelapor praktik korupsi di unit kerja dikucilkan, diberi sanksi atau karirnya dihambat dalam 12 bulan terakhir," tutur Wawan.


Sementara itu Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyarankan KPK lebih sering melakukan operasi tangkap tangan untuk memberikan efek jera pada para pejabat di kementerian/lembaga maupun pemda. Agus mengaku tak kaget dengan rilis survei penilaian integritas oleh KPK yang menyebut banyak kementerian/lembaga dan pemda dengan integritas rendah.

Menurut Agus, kondisi itu diperparah dengan polisi dan kejaksaan yang tak maksimal membantu peran KPK memerangi korupsi, yang dibuktikan dengan kepolisian justru menempati peringkat terbawah dari enam kementerian/lembaga yang disurvei.

"Membenahinya ya harus pertama, efek jera. Efek jera ini kan selalu dengan OTT oleh KPK. Karena kalau tidak OTT, nanti hanya perang kajian hukum saja antara pengacara dan kejaksaan. Nanti ujung-ujungnya bebas. Itu juga soal integritas aparat hukum. Makanya KPK mengarah pada kepala daerah, karena di situlah yang paling lemah," kata Agus kepada KBR, Rabu (21/11/2018).


Agus menilai pejabat daerah menjadi yang paling rawan korupsi, terutama karena sistem politik yang keliru. Menurut Agus, parliamentary threshold yang rendah menyebabkan calon kepala daerah memerlukan banyak dana untuk menempati jabatannya. Apalagi, kata Agus, sistem otonomi daerah juga memberi keleluasaan untuk daerah mengelola sendiri pemerintah dan anggarannya. Agus berkata, sektor yang paling sering ditransaksikan adalah sumber daya alam, seperti tambang dan hutan.


Meski KPK dan BPS hanya menyurvei  36 kementerian/lembaga dan pemda, Agus percaya hasil itu bisa digeneralisasi pada instansi pemerintah yang lain. Agus beralasan, ia sering menemui calon pejabat eselon satu dan dua kementerian/lembaga dengan kemampuan manajemen dan akademik, tapi berintegritas rendah, saat menjadi anggota panitia seleksi. Menurutnya, bukti lain integritas pejabat publik yang rendah adalah masih besarnya potensi kebocoran APBN. KPK bahkan pernah menyebut potensi kebocoran itu mencapai 30 persen, atau setidaknya Rp600 triliun tahun ini.


Berikut hasil lengkap Survei Penilaian Integritas Tahun 2017 dari 30 Pemerintah Daerah:


  1. Pemerintah Kota Banda Aceh 77.39

  2. Pemerintah Kabupaten Badung 77.15

  3. Pemerintah Kota Madiun 74.15

  4. Pemerintah Kota Tangerang 72.87

  5. Pemerintah Kota Banjarmasin 71.73

  6. Pemerintah Kota Makassar 70.7

  7. Pemerintah Kota Padang 70.64

  8. Pemerintah Provinsi Jawa Barat 70.46

  9. Pemprov Sumatera Barat 68.51

  10. Pemprov Kepulauan Riau 67.59

  11. Pemprov Sulawesi Tengah 67.49

  12. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang 65.87

  13. Pemerintah Kota Samarinda 65.8

  14. Pemprov Jambi 65.14

  15. Pemerintah Kota Palangkaraya 65.12

  16. Pemprov NTT 65.09

  17. Pemerintah Kabupaten Klaten 64.68

  18. Pemprov Bengkulu 63.77

  19. Pemprov Kalimantan Tengah 63.67

  20. Pemprov Riau 63

  21. Pemerintah Kota Pekanbaru 62.89

  22. Pemerintah Kota Palu 62.77

  23. Pemerintah Kota Mataram 62.01

  24. Pemprov Sumatera Utara 60.79

  25. Pemprov Aceh 60.07

  26. Pemprov Papua Barat 59.1

  27. Pemerintah Kota Bengkulu 58.58

  28. Pemprov Banten 57.64

  29. Pemprov Maluku Utara 55.29

  30. Pemprov Papua 52.91


Editor: Rony Sitanggang

  • Survei Penilaian Integritas 2017
  • Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
  • Direktur Litbang KPK
  • Wawan Wardiana

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!