BERITA

Revisi DNI Tuai Kritik, Wapres Yakin Kebijakan Ini Manjur Tarik Investasi

"Kendati menuai kritik dari pelbagai kalangan, Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis kebijakan tersebut bisa menarik lebih banyak investor asing ke Indonesia"

Astri Septiani, Dian Kurniati, Ria Apriyani

Revisi DNI Tuai Kritik, Wapres Yakin Kebijakan Ini Manjur Tarik Investasi
Ilustrasi: Mata uang Rupiah dan Dolar. (Foto: Setkab.go.id)

KBR, Jakarta - Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang jadi salah satu poin dalam kebijakan ekonomi ke-16 pemerintah tuai kritik dari pelbagai pihak, mulai kalangan pengusaha hingga parlemen.

Kendati begitu, Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis kebijakan tersebut bisa menarik lebih banyak investor asing ke Indonesia. Sebab dengan dikeluarkan dari DNI, menurut dia, tidak hanya investor bermodal besar yang bisa menanamkan uangnya di Indonesia.

"Pasti. Karena yang investasi bukan hanya pengusaha besar, bukan hanya Mitsubishi atau Gong Fei dari Cina," tutur Kalla di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

"Perusahaan-perusahaan menengahnya juga bisa masuk. Yang penting bagi kita, devisa masuk, lapangan kerja lebih terbuka, kemudian pajak masuk," sambungnya lagi.

Kalla menuturkan, saat ini Indonesia memerlukan devisa, lapangan kerja, pajak, dan transfer teknologi yang dibawa para investor asing. Dia pun membandingkan, perkembangan investasi asing di Indonesia kini masih tertinggal dari Vietnam, Malaysia, maupun Thailand.

Di sisi lain, beberapa pihak mengkritik langkah pemerintah merelaksasi DNI. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut relaksasi DNI sebagai kebijakan prematur.

Ia curiga kebijakan ini hanya memicu sinyal positif untuk pasar sehingga nilai tukar mata uang dan indeks harga saham gabungan menguat. Namun kebijakan ini tak mampu menarik investasi asing ke dalam negeri dan justru mengulang kegagalan serupa pada 2016 belaka.

"Sekarang malah mau mencoba resep yang enggak berhasil itu dengan memperlebar lagi menjadi 25. Saya melihatnya ini hanya untuk signaling ke pasar. Yang disasar bukan investasi jangka panjang, tapi sebatas investasi jangka pendek," ungkap Bhima saat dihubungi jurnalis KBR.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/NASIONAL/11-2018/relaksasi_dni_disebut_kebijakan_prematur/98213.html">Relaksasi DNI Disebut Kebijakan Prematur</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="https://kbr.id/nasional/11-2018/25_usaha_boleh_dikuasai_asing_100_persen__investor_lokal_bisa_ikut_bersaing/98199.html"><b>25 Usaha Boleh Dikuasai Asing 100 Persen, Investor Lokal Bisa Ikut Bersaing</b></a>&nbsp;<br>
    

Senada dengan Bhima, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) juga meragukan relaksasi DNI mampu menarik modal dari luar negeri. Hipmi bahkan mencatat dari 23 sektor usaha yang mendapat relaksasi 2016 lalu, 17 sektor usaha justru sepi peminat.

Selain itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga sempat meminta pemerintah menunda penerapan relaksasi DNI. Wakil Ketua Umum Kadin, Shinta Widjaja beralasan para pengusaha minta dilibatkan dalam penentuan evaluasi DNI.

"Kami mau lihat dulu. Pada saat ini kami rekomendasikan pemerintah jangan buru-buru. Mendingan kita evaluasi dulu bersama-sama. Sehingga Ditunda dulu. Jangan langsung lita laksanakan sebelum kita tahu bahwa isinya benar," kata Shinta saat ditemui pada kegiatan Economic Forum di Hotel Shangrila, Rabu (21/11/2018).

Menanggapi protes dari pelbagai kalangan tersebut, Kalla mengatakan tidak semua kebijakan pemerintah harus dibicarakan dengan pengusaha. Dia memastikan, relaksasi DNI ini tidak akan mengurangi kesempatan bagi pengusaha dalam negeri.

"Kalau kita ketinggalan investasi, lapangan kerja dan (penerimaan) pajak juga tidak akan naik kan."

Relaksasi DNI ini juga menyebabkan rapat paripurna anggota DPR pada Rabu (21/11/2018) lalu banjir interupsi mempertanyakan arah kebijakan. Ketua DPR Bambang Soesatyo menuding kebijakan menambah bidang usaha yang masuk daftar negatif investasi tersebut hanya mencederai keberadaan pengusaha kecil dan UMKM.

"Walaupun dari 54 DNI telah dikurangi jadi 25 tapi itu tidak terlalu signifikan dan tetap menjadi ancaman masa depan para pengusaha kecil kita yang sepatutnya atau seharusnya menjadi tugas negara melindungi mereka dan membesarkan mereka," tutur Bambang di Gedung DPR saat ditemui Rabu (21/11/2018).

"Menurut saya belum terlambat bagi pemerintah untuk mengkroscek kembali dan mencabut kebijakan itu untuk menjaga masa depan pengusaha kecil kita," tukas politikus Golkar tersebut. 

Baca juga: Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 Pemerintah 



Editor: Nurika Manan

  • DNI
  • Jusuf Kalla
  • Wakil Presiden Jusuf Kalla
  • Daftar Negatif Investasi
  • ekonomi
  • Ekonomi Indonesia
  • kebijakan ekonomi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!